Sebelum bisa memasak nasi, saya bisanya itu bikin cocolan buah. Umak yang mengajari. Saya belajar banyak dari Umak walaupun tidak banyak menghabiskan waktu dengannya. Dari cocolan buah ini saya belajar bahwa kita harus berjuang sampai bisa. Mau sesusah apa pun hidup kita, kita punya kesempatan yang sama buat bisa hidup dan bisa makan.
Dulu Umak sering membuat cocolan ini ketika dia jualan buah yang direndam air sari gula. Harga buahnya 25 perak. Tahun 90-an kala itu. Jambu lobak, jamby air, jambu biji. Buahnya beli punya orang. Terkadang Umak harus manjat sendiri pohonnya karena orang tidak mau mengambilkan. Demi tetap bertahan hidup, Umak rela manjat pohon biar bisa beli buah murah buat dijual lagi.
Uang hasil jualan buat makan, beli lauk pauk dan sayur. Beras makannya beras dari pemerintah. Beras bulog. Beras yang membuat saya meyakini bahwa beras yang normal itu yang retak seribu, yang banyak kutu dan ulatnya. Dalam pemahaman saya beras memang pecah dan banyak kutu ulatnya. Sampai kemudian saya ketemu dengan beras yang indah di pasar. Saat itu saya baru tahu kalau beras itu berbagai macam kualitasnya. Bukan beras bulog semua.
Jualan apa saja Umak lakukan dulu. Termasuk jualan buah. Umak tak punya pilihan. Anak-anaknya butuh makan. Gajinya sebagai PNS waktu itu tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan keluarga. Tapi Umak tidak mau hanya duduk diam dan menerima keadaan. Dia bisa membuat perubahan. Kalau dia mau.
Cocolan garam pedasnya dia bikin sendiri. Bahannya garam, terasi, dan cabai kering yang ditumbuk. Garamnya dioseng dulu baru campurkan terasi dan cabai yang sudah ditumbuk halus. Mengapa harus garam dulu? Supaya terasi dan cabainya tidak nempel di wajan. Airnya akan teserap garam kemudoan menguap. Jadi lama-lama akan mengering dan halus. Aduk terus sampai tercampur rata. Takarannya? Sesuai selera. Kalau mau lebih pedas campurkan cabai rawit.
Oiya ini saya beda bikinnya, saya pakai boncabe. Soalnya tak ada cabai kering di rumah. Adanya boncabe level 10 dan boncabe teri level 3. Pakai terasi juga. Garamnya sebungkus. Terasinya 3 sachet.
Dari cocolan garam buah ini saya belajar bahwa untuk bertahan hidup ya kerjanya jualan. Itu sebabnya saya suka sekali jualan dari kecil. Sampai sekarang. Untung saya sejak kecil sudah terbiasa jualan. Tak merasa malu walaupun jualan buah yang harga 25 perak atau bakwan 50 perak. Sekarang masih jualan tapi naik level ke produk Oriflame dan makannya juga sudah bukan beras bulog lagi.
Saya baru menyadari betapa minimnya keuangan keluarga saya dulunya. Tapi Umak tak pernah sekalipun menunjukkan bahwa keminiman itu sebagai halangan untuk menjadikan anak-anaknya seperti yang sekarang.
Ada untungnya saya bisa bikin cocolan garam pedas ini kan? Bisa ngerujak sesuka hati sekarang. Wkwkwkw
Komentar
Posting Komentar
Berkomentarlah yang baik. Semua komentar yang masuk akan dimoderasi. (admin: Honeylizious [Rohani Syawaliah]).