Day 11
TERLAMBAT
Cincin itu hanya kupandangi. Lelaki di depanku tersenyum ringan seperti biasa. Sama seperti senyumannya yang menjawab pertanyaan 'kapan kita nikah'.
"Terserah mau kapan. Kamu yang tentukan kapan kita menikah."
Kali ini aku yang tersenyum sambil meletakkan selembar undangan di samping cincin itu.
"Kamu mau menikah?"
"Ya."
"Dengan siapa?"
"Ada seseorang."
"Siapa?"
Wajah lelaki yang usianya 9 tahun di atasku itu menegang. Senyumannya sirna. Amarah tertinggal di sana.
"Aku sudah bertanya berkali-kali, ratusan, mungkin ribuan kali tapi Abang tak pernah menjawabnya."
"Setidaknya kamu harusnya bilang mau menikah dengan orang lain."
"Ini aku sedang bilang, Bang."
"Apa yang dia punya?"
"Keberanian."
Lelaki yang baru kukenal di Wechat dan mengajakku menikah beberapa waktu lalu memang memiliki keberanian. Dia nekad menemui kedua orang tuaku keesokan harinya setelah kujawab 'boleh'. Aku yang kecewa tak kunjung dilamar dan dia yang selalu ditolak kekasihnya saat nekad melamar. Impas saat bertemu denganku. Orang tuaku juga tak ingin menunggu lamaran yang lain. Semuanya terjadi begitu cepat. Jangan tanya apakah aku mencintainya. Karena rasanya kewarasanku sudah lama menguap.
Komentar
Posting Komentar
Berkomentarlah yang baik. Semua komentar yang masuk akan dimoderasi. (admin: Honeylizious [Rohani Syawaliah]).