Sejak
kecil saya sudah terbiasa makan bersama di tengah keluarga besar
pihak ibu. Saya dibesarkan Uwan dan Aki sejak adik saya lahir. Usia
saya waktu itu belum genap 2 tahun. Di keluarga saya belajar caranya
berbagi dan berhemat karena memang Aki bukanlah berasal dari keluarga
yang punya segalanya. Tapi bukan berarti kami hidup dengan penuh
kekurangan ya. Saya merasa hidup kami cukup baik dan masih bisa makan
setiap hari adalah anugerah yang sangat besar yang keluarga saya
berikan.
Ketika
saya mulai berkuliah dan tinggal jauh dari keluarga saya baru
merasakan soal porsi makan telur setiap orang. Karena waktu kecil
saya selalu dikasih jatah setengah butir telur jika telurnya direbus
dan telur dadar akan dibagi empat. Bertahun-tahun itu yang saya alami
sampai saya merasa bahwa itu adalah porsi yang benar. Satu orang
tidak boleh makan lebih dari setengah telur saat makan. Hemat ya?
Saya
tidak tahu jika di keluarga yang lain ada orang yang boleh makan satu
dua butir telur sendirian bahkan lebih. Satu butir telur rebus yang
kemudian dibelah dua, dikasih kecap asin bagian kuningnya, dimakan
dengan nasi yang hangat. Itu kenangan yang tak bisa saya lupakan dari
keluarga saya. Kami berbagi banyak hal terutama soal makanan. Uwan
juga pintar membuat beragam kue yang saya suka.
Masakan
Uwan adalah berkah yang saya rasakan bertahun-tahun sejak lahir
menjadi bagian keluarga kami. Saya selalu merindukan rasa di lidah
yang saya tahu tak bisa digantikan oleh masakan orang lain di dunia
ini. Saya sendiri tidak begitu pinter masak dan tidak terlalu
tertarik untuk belajar memasak. Saya masih suka menulis dan membaca
buku dibandingkan harus mengerjakan sesuatu di dapur. Jadi akan
sangat sulit untuk menemukan orang yang bisa mewarisi rasa masakan
Uwan saya.
Komentar
Posting Komentar
Berkomentarlah yang baik. Semua komentar yang masuk akan dimoderasi. (admin: Honeylizious [Rohani Syawaliah]).