Kejujuran. Dulu waktu masih kerja di toko kelontong milik Koh Ah Sin, saya pernah dapat kuliah panjang lebar mengenai kejujuran. Saat usia saya 18tahun, baru tamat SMA, tidak masuk universitas mana pun karena Umak belum cukup uang untuk mendaftarkan saya di kampus yang saya idamkan. Ujung-ujungnya saya terima tawaran kerja di toko kelontong dekat rumah. Tahun 2004, gaji terbesar saya kala itu hanya 250.000/bulan. Kecil? Tapi pelajaran hidup yang saya dapatkan jauh lebih mahal dari gaji kerja di Google sekalipun. Aih macam pernah kerja di Google kan, mudah-mudahan tercapai kalau ini mah.
Pelajaran hidup yang berasal dari toko kelontong di desa yang lebar pintunya hanya 4 meter. Khas ruko masyarakat Tionghoa pada umumnya. Saya belajar satu hal setiap hari. Mulai dari menimbang gula dan mengemasnya, merapikan susunan sabun, menyapu, memotong bongkahan terasi, setiap hari Koh Ah Sin akan meminta saya melakukan sesuatu karena biasanya saya datang dan hanya duduk tanpa tahu harus melakukan apa.
Kesabaran Koh Ah Sin berbuah manis, saya cepat belajar. Setiap datang saya langsung cek semua stok barang dan mengisinya kembali sampai penuh. Sayangnya saya bukan kuli kesayangan. Saya hanya kuli pengganti remaja SMK yang lebih dulu kerja di situ. Usia kami terpaut dua tahun. Dia juga bukan orang kaya. Anak lelaki itu berhasil masuk SMK atas bantuan Koh Ah Sin, syaratnya kerja jadi kuli juga di toko kelotong miliknya. Setiap siang sampai sore saya akan datang menggantikan dia jaga toko karena dia akan sekolah, dia pulang sekolah akan langsung ke toko dan membuat saya bisa segera pulang.
Beberapa bulan berlalu. Sesayang-sayangnya Koh Ah Sin sama saya, tetap anak lelaki itu yang jadi kesayangannya. Saking sayangnya dia dengan anak itu, dia bebas sekali di dalam toko. Tidak ada yang mengawasi. Bahkan dia yang memgawasi anak magang di toko tersebut. Saya? Buka laci uang saja tidak pernah. Sebab Koh Ah Sin akan ada di meja kasir setiap saya yang jaga toko. Saya menerima uang dari pembeli lalu lapor dengan Koh Ah Sin total belanjaannya berapa dan berapa yang harus dikembalikan.
Sampai akhirnya hari itu tiba. Rasanya semingguan saya melihat Koh Ah Sin uring-uringan. Saya baru habis libur lebaran. Tiga hari saya libur dan hari keempat saya masuk kerja lagi dan anak laki-laki itu tidak ada di sana. Singkat cerita ternyata anak itu mengambil uang simpanan di meja kasir. Entah berapa juta tepatnya. Koh Ah Sin kecolongan. Kuli kesayangannya mengkhianatinya. Dia kecewa bukan karena kehilangan uang tapi lebih pada betapa kecewanya dia anak yang sangat dia sayangi ternyata tidak jujur.
Saya? Berhari-hari dikuliahi soal kejujuran. Koh Ah Sin bilang "orang malas masih bisa diajarin biar jadi rajin, tapi orang yang tidak jujur tidak akan bisa hidup senang". Yap! Karena di mana pun dia berada banyak orang akan merasa was-was. Omongannya tidak ada benarnya dan apa yang dia tampilkan hanya untuk membohongi orang lain. Saya merasa beruntung selama ini tidak pernah duduk di balik meja kasir. Seandainya saya pernah duduk di sana dan ada jutaan uang yang lenyap apa jadinya? Saya bisa jadi tersangka utama.
Setahunan saya kerja di sana sambil mengumpulkan uang buat kuliah. Koh Ah Sin uring-uringan lagi saya tinggal pergi. Sebab dia tak yakin menemukan orang yang jujur yang bisa kerja di tokonya. Untung saya tidak suka mengambil uang orang demi kepentingan saya, kalau memang butuh saya lebih baik minta daripada mengambil bukan hak apalagi dengan dalih pinjam lalu ujungnya tak dibayar. Pasti Koh Ah Sin ingat betul berapa kali dalam sehari saya merengek minta jajan setiap hari ada pedagang makanan yang lewat.
Sekali lancung diujian seumur hidup orang tak akan percaya. Pepatah lama yang masih bisa kita pegang hingga sekarang.
Komentar
Posting Komentar
Berkomentarlah yang baik. Semua komentar yang masuk akan dimoderasi. (admin: Honeylizious [Rohani Syawaliah]).