
Tidur sangat awal membuat saya lupa makan. Akhirnya pas terbangun tengah malam selain rasa haus yang menggila, saya juga lapar berat. Untungnya ada telur di kulkas. Tinggal bikin telur dadar dan saya bisa makan dengan tenang dan nanti bisa tidur kembali dengan nyenyak. Ngomong-ngomong soal telur dadar, saya ingat dengan suasana masa kecil saya dengan telur dadar tipis yang sudah dipotong rapi oleh Uwan.
Setiap orang sudah punya jatahnya masing-masing dan itu terbatas. Saya sampai merasa makan satu butir telur sendirian itu adalah sebuah pemborosan. Butuh waktu bagi saya untuk menjelaskan pada diri saya sendiri bahwa satu orang bisa makan satu telur atau dua telur kalau perlu saat makan. Sekarang saya biasanya bikin telur dadar menggunakan 2-3 telur untuk sendiri atau berdua.
Namun tetap saja saya rindu dengan masa-masa saya hanya bisa makan telur dadar setengah atau seperempat porsi. Karena di masa itu, saya masih berkumpul bersama Uwan dan Aki. Aki juga masih hidup kala itu. Masih bertani. Masih sering darah tinggi. Masih sering membuatkan mainan untuk saya.
Menyedihkan rasanya jika memgingat saya dulu ingin cepat-cepat dewasa dan besar. Lalu pergi dari rumah. Hidup mandiri di kota. Tak ingin bertahan di kampung bersama mereka. Kemudian malah merindukan masa-masa yang ingin saya lewati itu. Seandainya bisa kembali ke waktu itu, sebentar saja. Saya tak masalah bertemu dengan kakak saya yang menderita sibling rivalry akut itu. Saya akan terima jika dia menyiksa saya asalkan saya bisa memeluk Aki seperti dulu.
Sudah lewat semuanya. Saya tak bisa berada di masa itu lagi. Aki juga sudah tidak ada. Lucu ya, kita baru menyadari betapa pentingnya seseorang, saat dia sudah tak ada lagi di dunia ini.
Ah, saya lapar sekali.
Komentar
Posting Komentar
Berkomentarlah yang baik. Semua komentar yang masuk akan dimoderasi. (admin: Honeylizious [Rohani Syawaliah]).