Sudah lama saya "meliburkan" diri dari kegiatan menulis dan rasanya saya menjadi agak nggak waras. Iyap! Cara saya menjaga kewarasan saya adalah dengan banyak-banyak menulis. Menulis itu kayak terapi. Seperti obat. Obat karena sedemikian banyak hal yang harus saya atasi. Sebagai orang dewasa, saya sadar bahwa saya ingin sekali kembali ke masa-masa kecil di mana saya tak terlalu khawatir soal masa depan.
Setidaknya ingin kembali ke masa awal menjadi blogger. Saat saya tak begitu peduli reaksi orang lain membaca tulisan saya. Tak tahu bahwa tulisan saya bisa dibaca banyak orang dan "menyakiti" tanpa saya peduli dengan orang yang tersakiti. Di mana masa itu kemarahan menjadi energi yang sangat kuat. Puluhan artikel panjang lebar bisa saya tuliskan.
Berbeda dengan sekarang. Menulis sudah ada "aturan" tak tertulisnya yang saya buat sendiri. Hal-hal yang saya pikir berpotensi menyebarkan hal negatif membuat saya mengambil waktu sejenak untuk menuliskan gagasan lain. Gagasan yang syukur-syukur bisa memberikan manfaat, setidaknya jangan memberikan mudarat pada pembaca yang hingga hari ini masih mau menyempatkan diri untuk mampir.
Apakah ada yang rindu dengan diri saya yang lampau itu? Ketika saya berbicara terlalu personal dan blak-blakan yang kemudian membuat sebagian orang jadi menjauh? Untungnya saya tak begitu memperdulikan hal itu ya, orang yang menjauh maksud saya, saya tetap saya menulis walaupun ada yang nggak suka. Kalau saya memutuskan berhenti menulis waktu itu, sekarang saya tidak akan menjadi diri saya yang ini. Pasti ada yang berbeda tentang saya.
Menulis itu membuat saya menjadi diri saya yang sekarang. Ngomong-ngomong soal menulis sebenarnya saya rindu sekali menulis di buku harian atau buku tebal 500 halaman yang dulu saya miliki. Warna merah dengan motif bunga. Tapi mengingat hal tersebut nggak go green jadi saya balik lagi deh menulis secara digital saja.
Kayaknya saya akan banyak sekali curhat di blog ini. Kayak dulu. Waktu saya masih sendiri. Karena terlalu banyak hal yang ingin saya sampaikan dan tak adil rasanya membebankannya pada suami seorang diri. Menambah hal-hal yang harus dia cerna di luar banyak hal yang juga harus dipecahkan.
Menulis itu berbicara dalam diam. Berteriak dengan jemari-jemari yang terus berlari tanpa henti. Berharap ada yang membaca untuk mendengar. Saya ada rencana bikin curhatannya dalam bentuk vlog juga sih. Supaya lebih "berasa" tapi entah bakalan ada yang nonton atau tidak ya?
Ada hal yang ingin saya bagi dan terlalu menyakitkan untuk ditahan sendirian. Entahlah. Mungkin saya butuh terapis yang bisa menenangkan saya namun saya takut dianggap gila. Padahal alasan ketidakwarasan saya saja tidak masuk rumah sakit jiwa.
Komentar
Posting Komentar
Berkomentarlah yang baik. Semua komentar yang masuk akan dimoderasi. (admin: Honeylizious [Rohani Syawaliah]).