Terkadang
saya merasa tingkat ketidakwarasan saya turun naik. Saya merasa gila.
Saya merasa orang lain normal dan saya tak biasa-biasa saja. Saya
berharapnya saya bisa seperti orang lain. Lalu pada akhirnya saya
sadar bahwa setiap orang punya sisi gelapnya masing-masing. Punya
ketidaksempurnaan di dalam hidupnya. Sebab tak ada hidup yang
sempurna. Pun hidup saya, Anda yang sedang membaca tulisan ini. Kita
bukanlah mahluk yang sempurna dan tak perlu bersikeras untuk menjadi
yang paling sempurna.
Di
satu titik, saat saya merasa kegilaan saya sudah bercampur delusi
tinggi dan mimpi buruk tanpa ujung. Saya akhirnya kembali ke papan
ketik dan menulis lebih banyak. Lebih cepat. Menulis itu bikin saya
waras. Rasanya. Proses menulis yang panjang, membuat saya menjadi
lebih sadar akan dunia ini. Bahwa hidup itu indah. Bahwa hidup itu
harus diteruskan. Bahwa hidup itu harus mengeluarkan sebanyak
mungkin kata-kata yang saya suka, supaya saya tidak gila.
Menulis
itu adalah terapi yang saya lakukan sejak kecil. Sejak saya mengerti
bahwa saya dan keluarga saya berbeda. Walaupun tak ada keluarga yang
sempurna, yang saya tahu, bahwa tak semua keluarga punya seorang
saudara seperti kakak saya. Apakah saya marah karena punya kakak
seperti dia? Dulu, lama sudah saya marah dengan keadaan. Dengan
hal-hal yang tak bisa saya ubah. Takdir namanya. Nasib masih bisa
saya usahakan. Tetapi takdir, bagaimana saya menjangkau masa di mana
bahkan saya sendiri tak ada. Mengubah siapa nenek moyang saya atau
setidaknya mengubah orang tua saya?
Terkadang
saya ingin bercerita dengan orang lain. Sesama manusia. Setidaknya
bukan suami saya. Dengan lebih banyak orang. Supaya lebih lega. Namun
saya yakin, banyak yang tak akan percaya dengan cerita saya. Bahkan
beberapa orang yang saya kenal sendiri pun menunjukkan
ketidaktertarikan karena mereka ragu dengan kebenaran cerita
tersebut. Nanti saya akan cerita dalam bentuk lisan. Bukan untuk
membuat orang lain percaya bahwa hal tersebut nyata. Melainkan saya
hanya ingin merasakan bagaimana rasanya 'didengarkan'.
Ada
hal-hal yang tak terjangkau yang sekarang saya terima saja. Apakah
saya menyerah dengan keadaan itu? Saya tak ingin menyerah, saya hanya
mengambil langkah mundur sedikit lalu maju ke tempat lain. Karena
saya lelah dengan banyak hal yang saya hadapi lebih dari 20 tahun
ini. Semenjak saya lahir saya berhadapan dengan hal yang sama yang
makin lama semakin besar. Salah siapa? Semuanya punya andil dalam
membiarkan hal ini terus berlarut dan akhirnya membesar. Semakin
besar semakin sulit dikendalikan dan akhirnya tinggal menunggu
ledakan besarnya.
Saya
hampir meledak terkadang. Takut memandang wajah sendiri di cermin.
Rasanya wajah orang itu orang yang tak saya kenal. Dia begitu
berbeda. Dia bukan saya. Dia orang yang penuh dengan ketakutan.
Ketakutan yang sampai harus dia hadapi di alam mimpi sekalipun.
Cerita ini akan sangat panjang. Cerita dimulai dari 30 tahun yang
lalu. Saat saya baru lahir.
Tapi
saya tak akan memperpanjang postingan ini.
Sumber gambar: http://kemandirianfinansial.com
Komentar
Posting Komentar
Berkomentarlah yang baik. Semua komentar yang masuk akan dimoderasi. (admin: Honeylizious [Rohani Syawaliah]).