Setelah
hampir setahun yang lalu saya melahirkan Raza. Laki-laki kecil yang
sekarang sedang belajar berdiri dengan gusi yang masih tak bergigi.
Yap. Masih belum ada giginya. Membuat saya sangat lega. Karena sejak
awal saya takut sekali dia akan cepat tumbuh gigi dan saya harus
meringis saat dia menyusu. But hey, Raza memang selalu pengertian
bukan? Dia tidak lahir di saat saya belum selesai ujian tengah
semester. Dia juga anteng ditinggal kuliah saat masih belum genap 40
hari. Dia selalu mengerti.
Sekarang
juga dia sangat mengerti bahwa ibunya takut dia tumbuh gigi. Walaupun
dia bakalan lucu banget kalo sudah punya gigi.
Waktu
itu hari Senin. Pagi. Saya merasa perut saya sakit sekali. Sebelumnya
juga pernah sakit tapi masih bisa ditahan. Lalu waktu itu sakitnya
semakin menjadi dan saya sudah nggak kuat. Akhirnya suami saya
langsung membawa saya ke rumah sakit yang kami pilih sejak pertama.
Rumah Sakit Bersalin Jeumpa. Saya senang telah memilih rumah sakit
ini karena ternyata makanannya enak sekali.
Ternyata
sampai di sana pembukaannya baru 1. Masih panjang pembukaan yang akan
saya lewati. Menuju ke pembukaan 10. Walaupun ada juga orang yang
melahirkan anaknya sampai pembukaan 8 saja. Perut saya berat sekali.
Ketika saya diminta untuk jalan-jalan di dalam rumah sakit sementara
menunggu pembukaannya saya sudah nggak kuat untuk berdiri.
Benar-benar berat dan menyakitkan ketika di bawa berdiri.
Sudah
mencoba untuk melangkahkan kaki beberapa langkah tapi kemudian saya
menyerah. Ah hari yang saya takutkan akhirnya tiba juga. Padahal saya
pikir saya tidak akan melahirkan dalam waktu dekat. Sebab tak
merencanakan untuk hamil segera setelah menikah. Saya takut tak bisa
menjadi ibu yang baik untuk anak saya. Saya takut mental saya tak
cukup kuat untuk menghadapi seorang anak. Apalagi saya waktu itu
sedang menjalani perkuliahan. Seandainya saya tahu waktu itu saya
sedang hamil mungkin saya tidak akan memilih untuk masuk ke STBA.
Setidaknya menundanya lagi sampai ada waktu lain untuk kuliah dan
menjadi mahasiswi lagi.
Semuanya
sudah terlanjur sih. Sudah terlanjur kuliah. Sudah terlanjur hamil.
Dan hari itu saya siap nggak siap akan menjadi seorang ibu. Saya
masih bisa menahan sakitnya sih. Nggak sampe teriak atau menangis.
Hanya mengaduh sedikit. Menelpon ibu saya supaya memberikan dukungan.
Saat itu saya menyadari bahwa betapa besarnya perjuangan ibu saya
untuk anak-anaknya. Detik itu juga saya merasa bahwa sedikit sekali
yang telah saya lakukan untuknya. Bahwa apa pun yang selama ini saya
lakukan nggak ada apa-apanya dengan yang telah dia lakukan.
Komentar
Posting Komentar
Berkomentarlah yang baik. Semua komentar yang masuk akan dimoderasi. (admin: Honeylizious [Rohani Syawaliah]).