Baca
cerita sebelumnya di sini.
Penghuni
rumah tersebut jumlahnya 8 orang. Tapi pada hari naas tersebut
penghuninya bertambah 1 orang karena ada sanak keluarganya yang masih
berstatus mahasiswa ingin liburan di rumah mereka. Mahasiswa ini juga
menjadi korban pembunuhan. Bagian menariknya sih sebenarnya korban
satu-satunya yang selamat dari amukan pelaku yang membabi-buta
membunuh 5 orang yang ada di rumah tersebut.
Anak
usia 3 tahun yang selamat itu bersembunyi saat kejadian. Tapi saya
sendiri tak tahu bersembunyi di mana. Awal mulanya sekitar pukul 5,
ini berdasarkan cerita sepupu saya, karena saya sendiri tak kuat
membaca beritanya di koran dan melihat foto korban yang bermandikan
darah. Seharusnya orang koran paham betul bahwa masyarakat ingin tahu
informasi tapi tak sevulgar itu, bukan semua orang pecinta film
slacer. Apalagi ini bukan film. Melainkan kisah nyata.
Pukul
5 pagi tiga orang penghuni pergi ke pasar. Tersisa 6 orang yang ada
di rumah termasuk mahasiswa yang baru datang untuk liburan di rumah
tersebut dan anak kecil yang berusia 3 tahun. Kejadiannya dua hari
yang lalu kalau tidak keliru adik sepupu saya mengingatnya. Entah
bagaimana ceritanya anak kecil berusia 3 tahun tersebut bisa
bersembunyi dan selamat dari amukan pelaku yang sudah seperti
kemasukan setan lalu menghabisi 5 nyawa pagi itu.
Setelah
itulah mereka baru merampok seisi rumah. Tapi hanya Tuhan, pelaku,
dan korbanlah yang benar-benar tahu bagaimana kejadian sebenarnya.
Saat mendengar cerita ini saya merasa ini serupa dengan film.
Seakan-akan tidak nyata. Tapi benar adanya. Jadinya cukup menyeramkan
ya?
Pesan
moralnya sih jangan menghina orang yang memiliki kekurangan seperti
tuna wicara, tuna rungu, dan tuna yang lainnya. Eh bukan hanya yang
memiliki kekurangan seperti itu sih. Tapi semua manusia di dunia ini.
Sebab mereka juga manusia sama seperti kita yang ingin dihargai.
Kalau mereka kalap ya bisa fatal akibatnya.