Menunggu
adalah sesuatu yang akan diakui sedemikian banyak orang sebagai hal
yang paling membosankan. Apalagi jika menunggu tanpa adanya
kepastian. Bicara soal menunggu saya rasanya adalah satu di antara
banyak perempuan yang menunggu 'seseorang' yang disebut sebagai
'takdir' menghampiri kehidupannya. Beberapa orang muncul dan ternyata
tak pernah memberikan kepastian tentang penantiannya yang sudah
sedemikian lama berlangsung.
Lalu
menunggu juga terjadi seharian kemarin, beberapa hari yang lalu. Saat
duduk di pelaminan dan menunggu para tamu berdatangan. Satu demi satu
datang dan memberikan ucapan selamat. Rasanya itu adalah hari
terpanjang yang harus saya hadapi dengan segudang senyuman yang tak
boleh habis. Demikian pula dengan suara yang hanya punya satu kata:
'makasih, makasih, makasih'. Pola seperti itu berulang tanpa henti
sampai akhirnya menunggu itu berakhir sekitar pukul 7 malam.
Menunggu
waktu berputar dan kami bisa melepas pakaian pengantin yang tidak
begitu nyaman dikenakan sedemikian lama. Terutama bagi saya sendiri
yang harus mengenakan sanggul, mahkota, dan beberapa perhiasan yang
membuat kepala saya sedemikian beratnya. Pernah sekali saya membaca
mengenai menahan beban yang bisa jadi buat sebagian orang tak begitu
berat, namun sebenarnya berat tidaknya sesuatu hal itu bukan diukur
hanya dari berat awalnya sendiri.
Menggunakan
timbangan dan mengukur berat hiasan kepala yang harus saya kenakan
sebenarnya akan disebut banyak orang sebagai benda yang ringan.
Tetapi masalahnya saya harus mengenakannya sedemikian lama sampai
malam dari pagi. Sangat berat jadinya dan kepala saya rasanya sakit.
Padahal saya sudah meminta perias pengantin untuk memberikan mahkota
yang tak begitu berat sehingga saya tak perlu menahan beban yang
menyakitkan. Sayangnya lamanya waktu untuk menahan beban itu semua
membuat saya letih. Sangat letih.
Beberapa
puluh menit sekali kami harus melihat waktu dan akhirnya menemukan
jarum jam yang menunjukkan pukul 7 malam. Saatnya melepaskan semua
pakaian dan berganti dengan pakaian yang lebih nyaman. Paling tidak
nyaman memang bagian sanggul. Sebab rambut panjang saya diikat dengan
karet gelang. Seketat mungkin. Lalu dicepol. Kemudian ditambahan
jepit rambut yang hitam dan juga tak lupa segumpal rambut tambahan
yang berbentuk sanggul lebih besar. Baru kemudian mengenakan
kerudung. Setelah itu mahkota baru bisa dipasang karena sudah ada
pondasinya.
Migrain
saya menghilang dengan segera setelah rambut tersebut dilepaskan dari
kepala. Termasuk ikatannya yang sangat ketat. Lega. Penantian kami
berdua berakhir.