Foto oleh Suparman.
Saya
ingat sekali saat masih kecil dulu. Apabila ada acara keramaian di
kampung biasanya saya akan menemukan dua hal. Penjual es dan penjual
balon. Dulu belum ada tuh penjual sosis goreng. Belum banyak jenis
jajajan yang ada di kampung. Mengingatkan kembali buat teman-teman
yang tak tahu kampung saya di mana, saya lahir di Jawai, Kalimantan
Barat. Sewaktu saya masih duduk di sekolah dasar listrik masih belum
masuk ke kampung saya. Sehingga untuk belajar malam hari lebih baik
jangan dilakukan. Kalau memang terpaksa, karena siangnya sibuk
bermain guli, main engkek-engkek, atau main so, memang mau tak mau
mengerjakan pe-er di malam hari.
Berbekalkan
sebuah lampu minyak tanah, siap-siap besok paginya hidung akan penuh
oleh salang.
Salang itu asap pembuangan dari lampu minyak tanah. Belajar
menggunakan lampu minyak tanah risikonya memang hidung akan salangan
alias penuh dengan salang.
Pagi-pagi harus segera dibersihkan kalau tidak bisa-bisa di sekolah
akna ditertawakan oleh teman-teman sekelas. Tak ada cerita mengeluh
tentang PLN yang suka mematikan listrik secara tiba-tiba seperti
sekarang ini.
Sudah
ada listrik pun waktu itu masih ada pemadaman bergilir karena PLN
masih belum cukup mampu untuk memenuhi kebutuhan listrik se-Kabupaten
Sambas.
Singkirkan
dulu soal listrik di kampung saya karena memang saya tak sedang ingin
menceritakannya dengan panjang lebar mengenai hal tersebut. Saya
ingin cerita soal balon gas. Dulu saya memang suka sekali membeli
balon dan meniupnya di rumah. Sayangnya balon yang ditiup sendiri tak
akan bisa terbang. Berbeda dengan balon yang diisi gas sehingga lebih
ringan dibandingkan yang diisi dengan oksigen. Dulu saya selalu ingin
membeli balon yang diisi dengan gas ini sayangnya harganya mahal
sekali.
Bagi
Aki dan Uwan lebih baik membeli beras dibandingkan membeli sebuah
balon gas untuk cucunya. Jadinya dalam kepala saya selalu berpikir
bahwa balon gas itu mahal. Memang mahal sih dulunya buat kantong Aki
dan Uwan. Eh meskipun sekarang saya mampu membeli sendiri balon gas
itu tak ada keinginan lagi buat membelinya. Sebab saya yakin di luar
sana masih banyak orang membutuhkan uang tersebut buat makan mereka
sehari-hari. Saat ingat itu saya lebih baik menyumbangkan uang yang
ingin saya belikan balon gas itu untuk orang yang memerlukannya.