Makanan
yang satu ini memang godaannya sama sekali tak bisa ditolak. Kemarin
saat akan membeli sayuran buat makan siang menemukan rendang jengkol
yang sudah ditempatkan di dalam kantong-kantong bening. Harga yang
dibanderol untuk satu kantong pun terhitung sangat murah. Hanya
5.000IDR. Tak perlu berpikir dua kali untuk mengambil sekantong dan
membelinya.
Ini
pertama kalinya saya makan rendang jengkol dari rumah makan yang satu
ini. Sebuah rumah makan melayu yang tak begitu jauh dari Jl. Dr.
Wahidin dekat Komplek Ujung Pandang. Rasanya enak meskipun masih
kalah dengan rendang jengkol buatan abang-abang pedagang nasi padang
yang tak jauh dari Radio Volare.
Nikmat
sekali apabila dinikmati dengan sepiring nasi hangat.
Kalau
ingat rendang jengkol ada satu pengalaman yang tak pernah terlupakan
saat saya masih duduk di bangku kelas 6 SD. Waktu itu saya berada di
Sentebang. Habis ikut meramaikan acara 17-an sebagai peserta
baris-berbaris. Dulunya itu menjadi sebuah kebanggaan tersendiri
meskipun akhir kami tidak menang kategori apa pun. Bisa ikut saja
sudah senang sekali. Walaupun harus berpanas-panasan dan berjalan di
posisi paling belakang karena tinggi badan saya yang sangat pendek.
Sepulang
dari acara tersebut kami melewati pasar sayur dan ditawari sebuah
gulai oleh seorang pedagang. Saya waktu itu memang ingin sekali
membelikan Aki (kakek) saya oleh-oleh. Waktu itu sang pedagang
mengatakan dia menjual gulai ayam. Sesuatu yang menurut saya akan
enak sekali disantap bersama keluarga. Saya hanya mengantongi uang
berwarna hijau bergambar orang utan. Yak! Anda benar, itu uang 500
perak yang masih baru.
Saya
mengatakan saya hanya punya 500 perak. Penjual tersebut lantas
memasukkan gulai yang dia jual ke kantong dan memberikannya pada
saya. Saya yang masih polos berjalan pulang dengan teman saya.
Sepanjang perjalanan saya percaya sekali bahwa yang saya bawa adalah
gulai ayam kesukaan aki. Sayangnya Tuhan memberikan sesuatu yang
lain. Ternyata pedagang gulai ayam itu membohongi saya. Mereka
menjual rendang jengkol bukan gulai ayam.
Saat
kantong itu dibuka, alangkah terkejutnya saat melihat isinya bukan
ayam. Melainkan jengkol yang sudah direndang. Semua anggota keluarga
langsung mengolok-olok saya. Mereka menertawakan gulai ayam yang
ternyata rendang jengkol itu. Tetapi aki dengan bijaksana mengatakan
bahwa rendang jengkolnya enak dan rasa ayam lo... tak pernah
sekalipun dia makan rendang jengkol seenak itu.
Saya
pun tak jadi kesal dan menyumpah sang pedagang. Karena ternyata aki
menghabiskan rendang jengkol tersebut. Saya sendiri jadi suka dengan
jengkol setelah kejadian itu.