Beberapa
waktu yang lalu ada yang meninggal karena mengalami yang namanya
'Cyber Bullying'. Tidak tanggung-tanggung, bunuh dirinya dengan
menabrakkan diri pada kereta apa yang sedang berjalan. Tertabrak.
Terpotong menjadi beberapa bagian. Tenang, saya tidak akan
menampilkan gambarnya di sini. Sebab saya sendiri tidak melihat foto
potongan tubuhnya yang diunggah orang ke berbagai sosial media.
Kuatnya
efek dari kata-kata yang kita keluarkan di dunia maya. Bisa membuat
seorang lelaki, seorang ayah, seorang suami, seorang anak, bunuh diri
dengan cara yang sangat mengenaskan. Dia seakan-akan benar-benar
putus asa karena ditekan terus di sosial media. Padahal dibandingkan
dibully secara nyata dipukuli mungkin dia masih bisa melawan.
Kata-kata yang dikeluarkan orang, bahkan banyak barangkali tak
mengenalnya secara langsung, telah 'membunuhnya'.
Bisa
jadi ada orang lain yang ingin 'membunuh' orang yang lainnya
menggunakan cara yang sama. Memang hukum akan kesulitan menjerat
orang melakukan tindakan 'cyber bullying' apalagi jika kata-kata yang
mereka keluarkan lebih pada hinaan saja. Tidak sampai ancaman akan
membunuh atau meminta dia untuk bunuh diri.
Banyak
di antara kita yang memang pernah menjadi korban bully. Ada yang
lahir di dalam keluarga besar dan dibully oleh saudaranya sendiri.
Jika saat itu dia tidak cukup kuat menerima sedemikian banyak bully
dari saudaranya bisa jadi, barangkali sekarang dia tidak akan menulis
di blog ini.
Bullying,
baik melalui cyber atau bukan, akan menghasilkan dua macam orang.
Saat orang yang mendapatkan bullying itu tidak bunuh diri, dia akan
menjadi orang yang sangat kuat terhadap apa pun. Dia tidak akan takut
dengan cobaan yang sekeras apa pun. Bisa jadi kadang dia akan mundur
beberapa langkah saat berhadapan dengan badai yang menghadang. Tapi
dia tidak lari. Dia menghadapinya dengan sisa kekuatannya. Lalu
bullying juga melahirkan tipe lainnya yang lebih suka menyerah pada
kehidupan. Membunuh dirinya dan menghentikan semua cercaan yang
menyiksanya. Semua pilihan ada pada kita ingin menjadi tipe yang
mana.
Sebab
penelitian membuktikan bahwa sebenarnya yang jiwanya mati bukanlah
orang yang mendapatkan bully dari orang di sekitarnya. Melainkan
orang yang melakukan tindakan bullying itu. Entah secara langsung
atau hanya bersembunyi di dunia maya. Jiwa mereka jauh lebih rapuh.
Dia tidak bisa melihat orang lain lebih baik darinya. Dia tak mau
tertinggal di belakang. Tapi memang demikianlah kenyataannya yang
sebenarnya.
Orang-orang
yang berusaha keras menjatuhkan kita dan tak berani menantang kita
secara langsung adalah jiwa-jiwa pengecut yang sudah 'membunuh'
jiwanya sendiri dan raganya menjadi tak memiliki jiwa yang seharusnya
ada di sana.
Buat
semua orang yang suka melakukan bullying. Baik secara nyata dan maya.
Mungkin persembunyian terlalu nyaman dan aman. Tapi mata Tuhan tidak
pernah tertutup. Dia akan selalu melihat apa yang kita lakukan.
Setiap orang punya kekurangan dan kelebihan tapi tak ada lagi yang
lebih baik dari orang-orang yang mau menjadi orang yang baik dan
bermanfaat bagi sesamanya.
Hidup
hanya sebentar. Tanpa bunuh diri pun semua orang akan meninggalkan
dunia ini. Dunia ini hanya ladang gandum untuk kita semua. Kita tak
punya banyak waktu yang bisa disia-siakan dengan mengganggu kehidupan
orang lain. Sebab jika saat panen tiba kita harus punya banyak bekal
gandum yang bisa dipetik dan dibawa ke dunia selanjutnya. Sudah
cukupkah 'gandum' yang kita miliki untuk kita bawa? Atau malah
sebaliknya kita sibuk menanam ilalang yang tidak akan mengenyangkan
perut lapar kita?