Tahukah kamu, malam itu
aku memimpikan tentangmu. Dua kali. Saat tengah malam aku terbangun
karena kaget dengan mimpiku yang aneh dan ada kamu, aku mencoba
memejamkan mata kembali dan berharap memimpikan tentangmu.
Selama
ini tak ada satu energi pun yang sekuat kamu. Terpisah sedemikian
jauhnya di dua negara yang bersebelahan. Jauh menurutku karena aku
tak bisa menyeberangi perbatasan negara kita dengan semaunya. Hanya
untuk melihat kembali tatapan matamu.
Apakah
tatapan matamu akan selalu sama padaku?
Mata
yang membuat jantungku berdetak sedemikian cepatnya saat mataku ikut
terkunci di dalamnya. Katakan apa saja dan aku bersedia mendengar
suara merdumu bercerita. Bercerita tentang apa saja. Tapi kamu jarang
menceritakan tentang apa pun yang kamu alami di dalam hidupmu.
Apakah
ada luka di sana?
Malam
itu, saat aku pertama kali menemuimu pun, kamu lebih banyak
mendengarkanku. Mengapa malam itu kamu mengundang kedatanganku? Di
saat aku yang sedang rapuh karena noktah cinta yang tak menemukan
pelabuhan terakhirnya. Lalu bahumu sedemikian hangat untuk kepalaku.
Membuat hatiku berbunga.
Saat
tak ada yang mengulurkan tangannya padaku, kamu dengan sejuta pesona
memberikannya. Menggenggam tanganku erat. Membiarkan aku hanyut di
dalam aroma yang sedemikian indahnya. Kali ini aku hanya ingin kamu
yang menjadi hadiah istimewa di pertambahan usiaku.
Kalau
memang bisa meminta. Aku hanya ingin kamu ada di depanku sekarang
ini. Rindu yang tak tertahankan rasanya sedemikian menyiksa. Tapi
kamu harus tahu aku masih tertawa seperti biasanya. Sebab aku tahu
kamu sangat menyukai cara tertawaku. Tawa yang polos katamu.
Tawaku
yang membuatku berbeda dengan yang lainnya di dalam pandangan matamu
hari itu. Aku masih bisa tertawa ketika bersama siapa pun. Meski
lelah melanda raga. Seharusnya kamu tahu apa yang ingin kudengar dari
bibirmu di hari perpisahan kita.
Lalu
kemudian kata-kata yang ingin aku keluarkan hanya bisa aku telan di
dalam hatiku. Aku tak mau jarak menjadi semakin jauh rasanya setelah
aku mengatakan apa yang aku rasakan tentangmu. Tentang kita. Tentang
malam itu. Tentang bulan yang semakin purnama.
Aku
hari ini pun masih menunggu. Menunggu hari yang entah datang atau
tidak. Hari di mana kita bisa bertemu lagi. Ketika hari itu datang
tak ingin kusia-siakan untuk kedua kalinya. Akan kukatakan semua yang
aku rasakan hingga detik ini tentangmu.
Padahal
aku pikir aku akan segera melupakanmu. Pertemuan kita terlalu singkat
untuk menimbulkan sesuatu yang lain di antara kita berdua. Lantas
apakah sekarang aku harus mengatakan bahwa ternyata aku salah? Aku
keliru menilai hatiku sendiri? Sebab kali ini rasanya begitu kuat dan
mengcengkram di dalam hati.
Apakah
demikian pula dengan hatimu?