Cerita sebelumnya
Aku
menemukan diriku sendiri di tepian sungai yang sering kami lewati
saat berangkat sekolah. Aku dan Leon. Sejak sekolah dasar kami memang
selalu bersama. Tak terlintas di kepalaku semuanya menjadi sedemikian
membingungkan. Padahal aku sudah cukup bingung membalas perasaan
Tian. Aku yang selama ini tak mengerti rasanya jatuh cinta. Sekarang
harus berhadapan pada dua orang yang menginginkanku menjadi istri
mereka.
“Kamu
harusnya mulai mencari tempat yang baru untuk berpikir selain di sini
kalau memang kamu tak ingin ditemukan.”
Leon
berdiri di sampingku. Bersandar di pagar jembatan. Jembatan yang
tidak hanya kami lewati saat sekolah dasar. Bahkan jembatan ini juga
menjadi saksi kami tumbuh menjadi remaja SMA. Di sini pula banyak
kenangan yang kami ukir bersama. Leon yang sangat populer di antara
banyak teman sekolahku sering mendapat pengakuan cinta di sini.
“Aku
tidak bersembunyi dari siapa pun. Aku senang bisa berada di sini.
Sudah lama sekali aku tak datang ke sini karena tak ingin terlalu
mengingatmu yang sedang jauh di sana.”
“Kamu
memikirkanku?”
“Tentu
saja, kamu sahabatku Leon.”
“Hanya
sebagai sahabat?”
“Aku
dulunya berpikir kita akan terus bersahabat hingga tua, selalu
bersama-sama dalam keadaan apa pun. Tapi kemudian kamu pergi jauh
sekali dariku hanya untuk kuliah. Padahal kamu bisa kuliah di sini.”
“Kamu
tahu alasanku menjauhimu?”
Leon
meraih tanganku. Tangan yang selama ini aku biarkan dia genggam tanpa
tahu bahwa pemikiran kami berbeda dalam banyak hal. Dia memegangi
tanganku bukan seperti apa yang aku anggap selama ini. Dia
menggenggamnya karena dia mencintaiku. Perlahan aku menariknya.
“Aku
tidak pernah mengerti jalan pikiranmu Leon. Bahkan hari ini pun aku
masih mencoba untuk mengerti apa yang ada di dalam kepalamu.”
“Aku
menjauhimu karena aku ingin menjagamu. Aku tak bisa menahan
perasaanku saat bersamamu. Aku ingin menunggu hingga saatnya
benar-benar tepat. Aku kira beberapa tahun bukan waktu yang lama.
Karena saat aku kembali nanti aku sudah siap untuk menikahimu. Ketika
aku sudah selesai kuliah, punya pekerjaan, dan bisa memiliki rumah
kecil bersamamu.”
“Kamu
menjauhiku karena kamu ingin menjagaku? Menjagaku dari apa Leon?”
“Dari
ini.”
Leon
menarikku dan mendaratkan bibirnya di bibirku. Sejenak, dunia rasanya
berhenti berputar. Detika berlalu. Napasku pun rasanya terhenti. Aku
tak mengenali Leon yang sekarang ada di hadapanku. Dia benar-benar
bukan Leon yang selama ini aku kenal. Tangannya melingkar di
pinggangku. Aku sama sekali tak menolak perlakuannya. Anehnya. Itu
anehnya.
“Aku
tak ingin menyentuhmu hingga saat kita menikah tiba. Tapi sekarang
sudah terlambat. Aku tak mau ada yang menyentuhmu selain aku.”
Aku
terdiam seribu bahasa.
“Aku
dengar Tian apa yang Tian ucapkan malam itu. Mungkin kamu juga akan
beranggapan yang sama. Bahwa itu adalah ciuman pertamamu...”
“Mencium
orang lain waktu dia sedang demam dan tidur itu tidak masuk
hitungan.”
Aku
berlalu meninggalkannya. Ternyata sisi Leon yang tidak aku kenal itu
sedikit menyebalkan.
“Kamu
mau ke mana?”
“Mau
ke mana, bukan urusanmu.”
“Tentu
saja menjadi urusanku.”
Leon
menahan tanganku.
“Aku
mencarimu ke rumah, ternyata Abangmu benar. Kamu ada di sini.”
Tian
berdiri di depanku dan Leon masih menahan tanganku. Pegangan tangan
Leon cukup kuat.
“Apa
kalian tahu sebenarnya aku hari ini tidak ingin bertemu satu pun dari
kalian? Satu saja sudah cukup merepotkan, sekarang dua?”
“Pulanglah,
Ta. Ada yang ingin kubicarakan dengan Tian.”
“Iya,
aku rasa akan ada banyak hal yang harus kami bicarakan. Ini Leon?”
“Itu
benar, aku Leon. Kita mau bicara di mana?”
“Kamu
saja yang tentukan.”
“Heyyyy
kalian mau ke mana?”
Dua
sosok laki-laki itu meninggalkanku begitu saja sendirian di sini.
Lagi-lagi mereka seenaknya saja. Apa yang akan mereka bicarakan?
Apakah mereka akan berkelahi?
Komentar
Posting Komentar
Berkomentarlah yang baik. Semua komentar yang masuk akan dimoderasi. (admin: Honeylizious [Rohani Syawaliah]).