Cinta Putih [Bagian 11]
Aku meletakkan cincin yang
sebelumnya melingkar di jemariku di telapak tangan Tian. Mata kami
bertatapan sangat lama. Aku tahu dia mempertanyakan cinta yang
seharusnya sudah ada di antara kami berdua. Setiap hari dia
menemuiku. Membuatku tertawa. Lelaki seperti apa yang kuinginkan di
dalam kehidupanku sebenarnya? Tak ada satu hal pun sebenarnya yang
kurang dari Tian selain dia terlalu baik dan menuruti semua
kemauanku. Lebih pada bagian tak ingin menyakitiku, mungkin.
"Maaf, aku tak bisa
menerima lamaranmu. Kali ini pun aku harus mengakhiri semuanya.
Perasaan tak bisa dipaksakan. Mau berapa lama pun kita mencoba, itu
hanya menyakiti kita berdua."
Mata Tian berkaca-kaca.
Aku tahu dia berusaha untuk tidak terlihat terluka, namun wajahnya
jernih seperti air. Aku bisa melihat apa pun di dalamnya.
"Maafkan aku."
"Bukan salahmu, aku
memang salah telah memintamu menerimaku."
"Tian, percayalah
kamu akan menemukan perempuan lain, perempuan yang akan membuatmu
mencintai dengan cara yang lebih baik."
"Sejak awal harusnya
aku tahu tak akan pernah bisa menggantikan Leon."
"Berhentilah bersikap
menyebalkan begini Tian. Leon tak ada hubungannya dengan keputusanku
kali ini."
"Tak ada
hubungannya?"
"Aku rasa aku tak
bisa mencintai siapa pun saat ini dan Leon akan tetap seperti itu
adanya, sahabatku, saudara kembarku."
"Hatimu tertutup? Tak
ada kesempatan buat siapa pun masuk ke dalamnya?"
"Aku akan mencoba
untuk mencintai seseorang suatu hari nanti. Tapi mungkin kali ini
belum ada yang bisa aku cintai. Bukankah cinta adalah perasaan yang
menyenangkan untuk dirasakan? Aku juga ingin merasakannya sama
seperti kalian."
Tian tak menyahut. Dia
hanya mengangguk dengan wajah kecewa. Aku meninggalkan kecupan kecil
di pipinya dan berdiri lebih dulu. Membiarkan dia tertinggal di
bangku taman di bawah pohon akasia yang daunnya mulai berguguran.
Langkahku pasti. Aku harus pulang. Aku harus bertanya pada kedua
orang tuaku. Siapa diriku sebenarnya.
Tak ada yang bisa
menghalangiku untuk mengetahui kebenarannya kali ini. Terlalu banyak
hal yang telah dipertaruhkan. Hatiku. Hati kakak laki-lakiku, mungkin
bukan lagi, yang sekarang entah berada di mana. Aku tak ingin
semuanya tercerai berai seperti ini. Ada sesuatu yang tersembunyi
yang membuatku begini. Mustahil aku tak bisa merasakan cinta. Tak
bisa jatuh cinta pada siapa pun kalau tak ada penyebabnya.
Janji pernikahan itu jika
memang benar bukankah harus segera aku tunaikan? Menikah dengan
laki-laki yang selama ini aku anggap saudaraku sendiri mungkin akan
sangat aneh tapi janji adalah janji bukan? Aku yakin ayah dan ibu
akan menceritakan yang sebenarnya. Sejujur-jujurnya.
Komentar
Posting Komentar
Berkomentarlah yang baik. Semua komentar yang masuk akan dimoderasi. (admin: Honeylizious [Rohani Syawaliah]).