Tulisan ini diikutkan pada 8 Minggu Ngeblog bersama Anging Mammiri,
minggu kelima.
Padahal
orang pertama yang kita kenal seharusnya adalah diri kita. Tetapi
kadang-kadang orang yang paling pertama membuat kita jatuh cinta
adalah orang yang ada di luar diri kita. Orang yang memberikan
cintanya untuk kita. Cinta yang mungkin akan kita kenang sepanjang
masa. Cinta yang sampai kapan pun akan terus menguatkan kita. Begitu
juga dengan kisah cinta yang ada di dalam kehidupan saya.
Laki-laki
yang pertama kali saya cintai adalah kakek saya yang saya panggil
'aki' kependekan dari 'nekaki'.
Saya
lahir di rumah keluarga besar kami. Di rumah nekaki dan uwan yang
pada akhirnya membesarkan saya hingga saya menyelesaikan pendidikan
di SMP. Aki adalah orang yang paling saya sukai sepanjang masa
sampai-sampai saya sendiri suka mencari laki-laki untuk teman hidup
yang serupa dengan aki saya.
Satu
hal yang tak akan pernah saya lupakan dari caranya mencintai saya
adalah betapa aki dulu suka menggendong saya. Menggendong saya yang
tubuhnya gendut, mengangkat saya tinggi-tinggi hingga tangan saya
sendiri bisa menyentuh langit-langit. Langit-langit ruang tamu memang
tidak begitu tinggi sehingga aki dengan mudah membuat saya
menggapainya. Padahal rasanya menyentuh langit-langit adalah hal yang
mustahil untuk saya lakukan. Tapi aki membuat saya bisa merasakan
langit-langit rumah.
Aki
itu teman bermain saya saat saya tidak dibolehkan keluar dari rumah.
Kami akan mencari benda-benda yang bisa digunakan untuk bermain
bersama. Paling sering aki mengambil bungkus rokok yang masih
terdapat bekas timahnya dan menggunakan mertas timah tersebut untuk
membuat baju-baju lucu. Baju yang indah karena ada kertas timah yang
warnanya emas dan perak.
Orang
pertama yang akan selalu ada untuk saya adalah aki. Aki akan merawat
saya yang sedang sakit. Memeluk saya setiap malam ketika akan tidur.
Apabila saya sedang nonton dan tertidur di depan televisi, aki akan
baik sekali menggendong saya ke kamar. Saat bangun pagi saya akan
menemukan diri saya ada di kamar tidur. Padahal saya ingat terakhir
kali saya berbaring adalah di depan televisi.
Aki
tidak pernah marah saya tertidur di depan televisi. Dia dengan sabar
akan menggendong saya ke kamar hampir setiap malam. Itu berlangsung
beberapa tahun. Tak pernah aki mengeluhkan hal tersebut. Aki sangat
penyebar. Itu yang membuat saya sangat mencintainya. Dari banyak
cucunya saya juga merasa sangat dimanja karena aki tak pernah memukul
atau mencubit saya. Padahal dia sendiri orangnya gampang naik darah
dan marah. Tapi entah mengapa saat berhadapan dengan saya dia selalu
bisa menahan dirinya.
Dulu
waktu kecil saya juga sering sakit gigi. Aki dengan telaten
memberikan obat. Dari aki pula saya belajar bagaimana caranya
mencintai teman hidup kita hingga akhir hayatnya. Aki hanya mencintai
satu perempuan selama hidupnya sebagai lawan jenis. Nenek saya atau
yang saya panggil uwan. Laki-laki terbaik yang pernah saya temui
sepanjang masa hingga akhirnya dia meninggal saat saya masih berada
di sekolah menengah atas.
Meskipun
hanya belasan tahun saya mengenalnya, saya tetap merasa beruntung.
Selain saya belajar untuk mencintai seorang lelaki sebagai 'ayah'
saya, saya juga belajar bagaimana caranya menerima cinta yang
sedemikian banyak dari seseorang yang saya panggil 'aki'. Sampai hari
ini pun saat mengingat bahwa saya pernah mencintai dan dicintai
sedemikian dalam oleh seorang lelaki seperti aki air mata saya akan
mengembang. Lelaki yang selalu akan ada di dalam hati saya. Di lubuk
yang terdalam yang pernah ada dan tak akan bisa digantikan oleh apa
pun dan siapa pun di dunia ini.
Komentar
Posting Komentar
Berkomentarlah yang baik. Semua komentar yang masuk akan dimoderasi. (admin: Honeylizious [Rohani Syawaliah]).