Honeylizious.com - Aku
masih mengingat matamu yang bening itu. Meskipun kamu mengantuk, sangat
mengantuk. Kamu datang sesuai permintaanku. Perempuan yang indah, menurut
pandanganku pertama kali melihatmu. Matamu yang bening membuat kelaki-lakianku
bergolak. Tak pernah kutemukan mata sebening dan sejernih itu. Aku hampir karam
dalam tatapan matamu yang lunak dan menggemaskan itu.
Caramu
berbicara apa adanya. Seakan-akan kamu melihat dunia ini sebaik yang kamu
percaya. Bahwa semuanya penuh tawa dan bahagia. Senyum tak pernah lepas dari
bibirmu. Melengkung membentuk bulan sabit yang merona. Aku kalap malam itu dan
tanpa permisi kusentuh bibirmu dengan bibirku.
Benar
saja. Aku mabuk hanya dengan aroma tubuhmu yang menyeruak memenuhi kamarku. Kamu
tahu besok kita akan terpisah sedemikian jauhnya dan aku tak bisa menjawab
pertanyaanmu malam itu. Mengapa aku menciummu.
Apakah
harus ada alasan bagiku untuk melakukannya, karena aku tak menemukan satu alasan apa pun yang mengatakan aku tidak boleh menciummu? Apakah tak dapat kau dengar detak jantungku malam
itu?
Aku
tahu kamu antara sadar dan tidak mendatangiku. Seakan kamu melayang dengan
kedua sayapmu yang tak terlihat oleh mataku. Kamu mengatakan akan tidur tetapi
beberapa menit kemudian kamu di sini, di depanku dengan mata tertutup menekan
bel. Aku menarikmu masuk dan berharap akan ada sesuatu yang menyenangkan di
malam terakhir kita bertemu.
Perempuan
seindah dirimu. Begitu indah, seputih salju. Malam itu aku hanya
ingin mendengra ceritamu. Suaramu yang hangat dan tawa renyahmu. Ekspresimu
yang lucu. Kamu yang mencuri perhatianku. Membuatku ingin terus di sampingmu
sore itu. Tak ingin melepaskan pandangan sejenak dari wajahmu.
Kamu.
Bisakah kamu mendengarnya? Aku tahu aku laki-laki. Tapi mengapa sulit sekali
untuk mengatakan bahwa kamu begitu istimewa di mataku. Di sini aku menemukanmu.
Menghabiskan sedikit usiaku untukmu lalu kita mengucapkan selamat tinggal dan
aku melihat tangisan yang tertahan di matamu.
Kamu
tetap tersenyum tapi aku tahu kamu tetap perempuan dengan hati yang lembut.
Kubisa merasakan apa yang sedang kamu tahan di dadamu. Aku kemudian hanya bisa memelukmu sebelum akhirnya menatapmu
untuk yang terakhir kali. Ingin kukatakan kita harus bertemu lagi. Tapi
kemudian aku tak bisa memberikan harapan banyak padamu, karena kamu perempuan.
Perempuan yang penuh dengan semangat di dalam hidupnya. Aku tak mau kamu memikirkanku dan membuat hidupmu lantas bermuara padaku. Pada diriku yang mungkin
tak bisa menemukan jejak langkah yang kau tinggalkan untukku.
Senyumanmu
janganlah hilang hai perempuan yang melangkah dengan berlari dan menubrukku
dengan berjuta rasa. Pertama kalinya aku bisa melihat warnamu hanya dengan
memejamkan mataku. Tak bisa kubandingkan dirimu dengan semua perempuan yang ada
di dunia ini karena kamu penuh warna. Warna yang berkilau. Kilaunya bercahaya
dan membuatmu berpendar seperti bintang dari surga.
Bidadari!
Mungkin kamu bidadari yang sempat menyentuhku dengan sayap cintanya. Cinta yang
tak pernah terungkap di antara kita berdua. Cinta yang bisa melukai kita. Sebab
kita tak mampu bertahan berputar di titik yang sama. Ada persimpangan yang
membentang dan memisahkan kita berdua.
Aku
hanya bisa menyimpan asa ini sendiri dan menunggu akankah waktu yang menyertai
pertemuan kita selanjutnya. Aku bahkan belum sempat bertanya tentang hatimu.
Rasa yang ada di dalamnya. Akankah kamu mengatakan hal yang sama. Bahwa kamu
juga mencintaiku dengan cara yang sama? Jangan jawab sekarang karena jawaban
apa pun akan membuat jarak kita semakin jauh rasanya.