Entah kapan terakhir kalinya aku benar-benar menulis karena ingin menulis bukan butuh menulis. Banyak tulisan yang muncul di blog ini karena aku hanya merasa butuh tulisan untuk mengisinya. Karena selama ini aku selalu berpikir untuk mengisinya dengan satu tulisan setiap hari. Apa pun tulisannya. Bagaimana pun hasilnya. Aku tak peduli. Paling penting 'update blog'. Janji pertama saat blog ini dibuat adalah aku akan menulis setiap hari dari Senin hingga Jumat kemudian Sabtu dan Minggu adalah hari yang paling bebas. Boleh mengisi boleh tidak.
Ternyata dua hari yang dialokasikan untuk tidak menulis itu pun tetap digunakan untuk menulis. Saking cintanya dengan menulis atau saking cintanya dengan blog ini dan merasa harus memberinya makanan setiap hari. Sulit menemukan hari blog ini tidak terisi sehari. Kalaupun ada tidak akan lebih dari dua atau tiga kali dalam satu bulan. Itu tidak pula terjadi tiap bulan. Bukan karena aku ingin dianggap hebat karena bisa menulis setiap hari.
Ada seseorang yang bilang padaku, ketika kita terlalu memberi kelonggaran pada diri kita sendiri, suatu hari kita akan terus membenarkan penundaan untuk melakukan pengupdate-an blog. Pas hari ini kosong, kita akan berpikir masih ada hari esok, begitu seterusnya.
Hari ini aku tak bisa tidur kembali setelah tidur satu jam di awal malam karena kepala yang sakit. Saat bangun sakit kepalanya hilang tapi tak bisa tidur kembali. Aku memutuskan untuk membaca buku. Kemudian merasa buku tersebut lumayan menarik. Lama rasanya aku tak menulis sebuah buku. Padahal biasanya bisa menghasilkan satu buku dalam waktu kurang dari sebulan. Mengapa sekarang malah terjadi sebaliknya. Lebih dari setahun sudah aku tak menghasilkan buku apa pun. Hanya beberapa cerpen yang kemudian dikumpulkan menjadi buku.
Ada apa denganku?
Kehabisan ide untuk menulis? Tidak juga, selalu ada yang bisa dituliskan setiap hari di blog ini. Rasanya sedikit aneh apabila kehabisan ide untuk menulis. Seberapa banyak masalah yang terjadi yang bisa jadi bahan untuk menulis dan berapa banyak diksi yang aku miliki untuk menyampaikan semua gagasan tersebut. Bagaimana cepatnya jari ini untuk mengetikkan semua yang terlintas di kepala. Meskipun tidak bisa mengetikkan 10 jari secara bergantian. Hanya tiga hingga empat jari yang bekerja tapi aku yakin ide yang keluar mengalir dengan derasnya.
Lalu apa masalahnya?
Saat aku menyelesaikan halaman ke-43 dari buku yang kubaca tersebut akar permasalahnya muncul. Aku terlalu banyak menuntut diri sendiri untuk menulis dengan cara yang 'masuk akal'. Entah secara runut atau tidak meloncat-loncatkan cerita. Buku yang kubaca memberikan perspektif lain yang sangat menyenangkan dan memberikan inspirasi untuk menulis lagi. Menulis dengan bebas. Ceritanya meloncat-loncat tapi tidak merusak jalan cerita. Bolak-balik, mutar-mutar lagi, tapi aku suka.
Aku terlalu banyak berpikir ketika menulis. Berpikir tentang tanggapan orang nantinya seperti apa pada tulisan tersebut. Menulis ya menulis saja! Mengapa aku harus berpikir tentang pendapat orang jika itu membuat tidak muncul satu tulisan pun yang berbentuk buku sekarang. Bagaimana jika saya menyetujui pendapat Bayu untuk memilih jalur penulisan sebagai mata pencaharian. Benar-benar keluar dari tempat kerja dan menulis secara radikal. Menulis lebih banyak dan membiarkan rezeki itu datang. Jangan merisaukan esok hari yang belum datang sama sekali. Menangisi masa depan yang entah seperti apa.
Ketakutan, kegelisahan tidak akan mengubah apa pun yang akan terjadi besok.
Menulislah dengan bebas agar benar-benar muncul tulisan sebagaimana yang seharusnya. Aku harusnya malu dengan diriku sendiri karena hanya bisa menghasilkan dua novel. Satu memang telah terbit setahun yang lalu. Tapi itu masih belum ada apa-apanya. Mengapa tidak membuat target di dalam hidup ini? Siapa yang tahu nyawa akan berhenti di bagian kalender yang mana? Setidaknya aku telah berusaha menghasilkan tulisan sebanyak yang aku bisa. Daripada menunda-nunda, karena tersangkut pada pikiran yang membelenggu jemari ini untuk menuliskan apa yang seharusnya dituliskan.
Suatu masa dulu, aku kan pernah menulis di buku. Dengan pulpen dan tangan. Beberapa coretan ikut menghiasinya. Masa itu sama sekali tidak ada pemikiran tentang apresiasi pembaca seperti apa. Aku terus menulis karena aku menyukainya. Karena aku menginginkannya. Bukan karena aku membutuhkannya untuk mengisi blog atau mengeluarkan ide yang terpendam. Tidak pernah ada sama sekali terlintas di kepala.
Kamu, iya kamu yang pernah sekali bilang padaku, apa kamu menghancurkan masa depanmu menjadi seorang penulis yang terkenal suatu hari nanti?
Jika aku terus berpikir tentang pendapat orang lain yang menilai tulisan yang akan kubukukan nantinya, menjadi penulis terkenal akan semakin jauh, tanpa sadar akan aku rusak. Bukan karena aku menghasilkan tulisan yang buruk. Melainkan karena aku tidak pernah menghasilkan tulisan apa-apa. Terlampau sibuk untuk memperhatikan pendapat orang. Kesampingkan dulu pendapat orang yang belum terdengar. Toh karyanya belum juga ada. Bagaimana mungkin aku menjadi bodoh seperti itu dan berpikir orang akan mencibir atau menghina karyaku? Karya yang mana? Kan belum ada lagi karya yang aku berikan ke pasaran?
Seharusku aku menulis dengan bebas sejak pertama punya kesempatan. Tapi sekarang memulai lagi dari awal pun bukanlah sesuatu yang bisa dikatakan terlambat. Semuanya butuh waktu bukan? Apabila satu karya saya ditolak oleh banyak penerbit itu tandanya mereka sedang meminta aku untuk membuat lebih banyak karya dan menunjukkan 'warna' lain yang aku punya. Jangan risaukan pendapat orang. Menulislah dengan bebas untuk diri sendiri, karena aku yang menginginkannya. Bukan orang lain yang meminta. Karena bisa jadi nyawa akan tercerabut dengan cepatnya. Siapa yang akan menuliskan sejarah tentangku jika bukan diriku sendiri?
Komentar
Posting Komentar
Berkomentarlah yang baik. Semua komentar yang masuk akan dimoderasi. (admin: Honeylizious [Rohani Syawaliah]).