Cerita sebelumnya.
Senja
menatap sosok Sandy dari kejauhan. Dia memutar langkahnya ke jalur yang tidak
biasa ia lewati. Saat ini, minimal detik ini, Senja merasa butuh waktu yang
lebih panjang untuk tidak bertemu dengan Sandy. Dia tidak tahu harus bersikap
seperti apa.
“Nja,
Senja!”
Senja menoleh
ke belakang dan menemukan sosok Nugrah. Sosok yang sekarang juga tak ingin ia
temui. Tidak bisakah setiap cowok yang tidak ia inginkan jangan muncul di
depannya.
“Aku
menyesal. Aku ingin kembali kayak dulu lagi.”
“Tidak
ada yang bisa kembali kayak dulu lagi Nu. Tidak ada. Bisakah setiap orang di
dunia ini jangan mencariku?”
Sandy yang
sejak tadi mencari Senja menemukan dua sosok yang sangat dikenalnya. Setengah berlari
ia menyusul Senja dan Nugrah.
“Ada
apa Nja?” Sandy menatap gadis yang terlihat kesal itu.
“Aku
mau pulang. Antar aku pulang.”
“Aku
saja…” Nugrah menawarkan bantuan.
“Aku
tidak ingin bertemu lagi denganmu.” Senja menepuk dada Nugrah perlahan. Menyisakan
senyuman dingin yang tak mampu Nugrah terjemahkan.
***
Senja menghempaskan
tubuhnya ke ranjang Sandy. Sahabatnya itu menghilang ke dapur mengambilkannya
minuman. Beberapa menit kemudian membawa dua gelas minuman dingin di tangannya.
Meletakkan semuanya di atas meja dan membiarkan kebisuan melanda mereka berdua.
“Jadi
mengapa orang tuamu memintaku datang ke sini?”
“Tanya
sendiri saja, mereka ada di ruang tamu sekarang.”
“Jangan
bohong, jangan main-main lagi, dan jangan cium aku lagi.”
“Aku
serius, bahkan ketika aku menciummu.”
Senja merasa
detak jantungnya berhenti mendengar ucapan Sandy. Buru-buru ia menyambar tasnya
dan berlari turun melalui tangga. Langkahnya melambat di ruang tamu. Sudah ada
orang tua Sandy di sana. Seorang lelaki menatapnya dari ujung kaki hingga ujung
rambut. Gadis itu mengibaskan rambutnya dengan cuek.
“Sandy
bilang Senja harus bertemu dengan Om sama Tante, ada apa ya?”
“Jun,
ini Senja. Senja ini Jun.”
Senja bingung
diperkenalkan dengan seorang laki-laki asing di rumah Sandy. Apa artinya? Senja
menatap ke atas tangga dan melihat wajah sendu Sandy. Ada yang tidak
dikatakannya. Dia menyembunyikan sesuatu.
Sandy menghembuskan
napas berat melihat laki-laki yang di ruang tamu itu tersenyum pada Senja. Tidak
butuh lama untuk laki-laki mana pun menyukai Senja. Dia sendiri bahkan jatuh
cinta sejak kecil padanya. Sekarang dia berada di persimpangan yang sangat
membingungkan. Kedua orang tuanya malah ingin membuat Senja dekat dengan anak
teman ayahnya. Bukankah mereka juga punya anak laki-laki yang bisa mencintai
Senja lebih baik dari siapa pun.
***
Tengah
malam, Senja menyelinap ke balkon kamar Sandy. Ia mendengar tangisan di
seberang sana. Bahkan ia merasakan dadanya sendiri sesak. Ia tidak tahu harus
bersedih karena apa, tapi di dalam dadanya rasanya ada yang menekan hingga ia
sendiri kesakitan. Sumbernya apakah di sana? Apakah Sandy penyebabnya?
Perlahan
ia memutar pegangan pintu. Ia gagal membukanya. Tentu saja ia gagal, siapa yang
akan membiarkan pintu terbuka tengah malam begini. Ia ingin kembali tapi ia juga
ingin tahu ada apa dengan Sandy.
“Senja…”

Senja melihat
mata Sandy basah, pipinya juga basah.
“Ada
apa San? Mengapa menangis?”
Senja langsung
memeluknya erat-erat. Beberapa menit mereka hanya tenggelam dalam diam. Senja tak
pernah melihatnya menangis seperti ini sebelumnya. Tidak bahkan waktu kecil
sekalipun. Tangan gadis itu membelai kepala Sandy perlahan.
“Kamu
tahu tidak tanggal lahir kita bisa sama disebabkan karena apa?”
“Ada
apa San? Ada apa sih? Ada apa dengan tanggal lahir kita?”
“Kita
kembar Nja, kembar. Kita saudara kembar.”
“Tidak
mungkin, orang tua kita beda San.”
Sandy
menggelengkan kepalanya.
“Orang
tuaku adalah orang tuamu. Mereka tadi sore memperlihatkan semuanya padaku. Orang
tuamu yang memohon untuk memilikimu dulu. Mereka tidak akan pernah memiliki
anak karena Tante Putri tidak punya rahim lagi. Kita saudara kandung Nja.”
“Mustahil.”
Komentar
Posting Komentar
Berkomentarlah yang baik. Semua komentar yang masuk akan dimoderasi. (admin: Honeylizious [Rohani Syawaliah]).