Berikut
adalah tulisan yang saya ketik dari tulisan tangan saya semalam di Warung Kopi Winnie
Jalan Gajah Mada, Pontianak Kalimantan Barat.
26
Februari 2012
Here we are. Semenjak
menyandang status jomblo. Belum 1 bulan. Guncangan hebat dalam kehidupan saya
rasanya adalah tahun ini. Berapa kalipun saya mencoba menunjukkan betapa
bahagianya saya dengan kehidupan saya yang sekarang tetap ada sesuatu yang
sangat mengganjal. Tidak akan ada yang menelpon hanya untuk mengucapkan selamat
pagi atau selamat tidur.
Intinya
tidak ada seseorang yang benar-benar peduli dengan keadaan saya. Seseorang yang
benar-benar ingin tahu kabar keseharian saya. Saya merasa diri saya terkunci
dalam sebuah ruangan entah apa dan saya tidak tahu cara membuka pintunya.
Saya rasa
harus ada yang saya ubah untuk mendapatkan apa yang saya inginkan. Pasti ada
yang salah dengan saya. Ada yang kurang yang harus saya tambahkan. Minimal saya
harus mengubah rutinitas yang saya jalani selama ini.
Menemukan
seseorang yang menjadi jodoh kita adalah sebuah hak bukan? Jika tak
menemukannya di rute yang biasa saya tempuh selama 3 tahun ini, pasti ada yang
salah bukan? Salah rute dan saya tidak boleh terlalu lama bertahan di rute yang
sama kemudian berharap jodoh saya yang akan mengubah rutenya.
Sekarang
saya sedang menempuh rute yang tak biasa. Mendatangi tempat-tempat yang tak
biasa. Seperti malam ini, saya memutuskan untuk menuliskan postingan ini di
buku kecil saya sebelum mengetiknya. Menuliskannya di sebuah warung kopi yang
terkenal di Jalan Gajah Mada. Di depan Hotel Orchardz, Warung Kopi Winnie. Saya
duduk sendirian di tengah keramaian. Menyesap kopi hitam saring,
perlahan-lahan, ditemani sepotong pisang goreng srikaya yang manis dan harum. Harga
kopinya hanya Rp3.000 dan pisang goreng srikayanya Rp2.500/potong. Saya hanya
menghabiskan segelas kopi dan sepotong pisang goreng.
Saya terus
menulis dan tak peduli dengan begitu banyak pasang mata yang menatap saya. Saya
menunggu, hingga seseorang datang menyapa saya mungkin.
Sebelum
saya ke sini, saya menanyakan pertanyaan yang teramat mustahak di dalam kepala
saya. Tentang kekurangan saya sehingga tidak ada satu orang pun yang
menghampiri kehidupan saya. Ada yang bilang karena saya terlalu banyak bicara. Padahal
apabila belum akrab biasanya saya tidak banyak mengeluarkan kata-kata. Ada jug yang
bilang saya kurang simpel dandanannya.
Saya mulai
berpikir untuk menjadi perempuan yang lebih pendiam. Sedangkan kesimpelan saya
hanya memperhatikan pakaian. Dandanan yang ada di wajah saya, saya pikir sudah
cukup simpel. Gadis mana yang akan keluar tanpa bedak di wajahnya dan bibir
pucat tanpa pulasan lipstick?
Wajah saya
tidak sejak awal memang tidak didukung oleh bibir yang sudah merah tanpa
tambahan apa-apa, siapa yang akan tertarik dengan wajah yang tidak dirawat?
Sekarang
saya sudah sampai pada tahap mengomel dan tidak ada yang menghampiri saya
selain pengemis dengan kantong plastik di tangannya.
Saya jadi
teringat dengan cerita Bang Wahyu, teman saya. Dia selalu tidak perduli dengan
tanggapan orang lain, ketika dia menyukai seorang perempuan dia akan
mengajaknya kenalan. Tak masalah jika dia menemukan gadis itu di lampu merah. Bang
Wahyu akan rela mengejarnya dan meminta nomor hapenya.
Sekarang
saya baru sadar satu hal. Tulisan saya tak
sebagus SMA dulu. Saya memang jarang menulis dengan tangan beberapa tahun
terakhir ini.
Saya mengedarkan
pandangan beberapa kali dan ternyata tak ada satu lelaki pun yang bersinar di
sini. Terdengar klasik, tapi ketika saya menyukai seseorang saya yakin saya
akan melihat ‘cahaya’-nya di antara semua orang yang ada di sini.
Apakah
kamu seirng mengalami yang saya alami?
Aih,
kopi hitam saring yang disajikan sekarang terasa sangat pahit karena tadinya
saya makan pisang goreng srikaya. Manisnya membuat lidah saya peka dengan kopi
pahit saya. Eh, ada fotografer ganteng yang kemarin saya temui di lomba foto
lumix. Saying dia ternyata sekarang sudah menuju parkiran. Dia sudah selesai
ngopi rupanya. Dia pulang.
Apa yang
kamu pikirkan ketika melihat seorang gadis berkerudung nongkrong di warkop
sendirian pukul 10.00 malam? Jika kamu berpikir ibu saya akan marah apabila dia
tahu apa yang saya kerjakan, kamu salah. Ibu saya tidak pernah memberlakukan
jam malam dan sekarang saya tinggal di rumah kontrakan. Jauh dari keluarga. Lagi
pula saya sudah 25 tahun, sebentar lagi 26. Sudah cukup dewasa untuk menggunakan
waktunya hingga tengah malam bukan?
Beberapa
bulan ini saya memikirkan banyak hal. Seperti ingin mengajak Koran lokal untuk bekerja
sama. Menjadikan saya penulis tetap di rubrik fiksi mereka misalnya. Semacam penulis
lepas tapi menjadi penulis tetap tanpa jadwal atau jam kerja. Hanya deadline
yang harus saya penuhi setiap minggunya. Tapi saya tidak tahu harus menghubungi
siapa. Kadang agak ngeri untuk memulainya. Terlintas juga di kepala saya
pertanyaan: “Memangnya mereka mau menjadikan saya penulis tetap untuk mengisi rubrik
fiksi mereka?
Satu hal
yang paling saya sukai dengan menuliskan apa yang terlintas di kepala
menggunakan tangan adalah saya selalu menulis lebih panjang dan lebih cepat. Tidak
ada godaan untuk main game atau mengganti-ganti lagu. Ini bahkan telah
menghabiskan 6 lembar kertas catatan yang saya dapat di pertemuan On|Off ID. Ini
sudah di lembaran ke-7. Artinya sudah 13 halaman. Sebuah prestasi yang sudah
lama tidak saya capai. Soalnya saya lebih sering menulis dengan word. Hemat kertas
dan tinta.
Saya
pikir menulis dengan tangan adalah terapi. Terapi buat orang yang baru saja
putus cinta belum genap satu bulan. Terapi untuk seseorang yang pengen pindah
rute dalam kehidupannya.
Oh iya,
sebelum saya nongkrong di warkop sebenarnya saya nongkrong di Pontianak
Convention Centre. Biasa, nyari mangsa, mumpung di sana sedang ada pameran
produk elektronik. Tapi rute yang tak biasa ini juga sepertinya belum jelas
arah tujuannya. Lucunya, saya bertemu dengan Budi di sana. Dia memperhatikan
saya. Satu jam pertama saya ternyata tidak ingat dia siapa. Setelah 1 jam
berlalu saya baru sadar.
Budi Prasetyo
adalah pria yang pernah mendekati saya
beberapa tahun yang lalu. Dulu saya menghindarinya. Sekarang pun saya tidak
berpikir untuk menjadi kekasihnya. Seberapa mengenaskannya kesendirian saya
saat ini pun saya tidak ingin menjadi pacarnya.
Dia masih
terlihat seperti dulu. Cowok menyebalkan yang tergila-gila pada saya. Apa yang
saya tidak suka dari dirinya? Banyak… dia perokok berat. Tidak pintar merawat
diri sehingga bau badan tidak karuan ketika siang menyengat. Saya pernah makan
siang satu kali dengannya dan tidak mau lagi. Mengapa? Dia orangnya memalukan. Masa’
waktu itu dia bilang mengajak saya makan di situ karena sedang ada promo paket
makan siang murah. Padahal dia tidak perlu bicara seperti itu. Tidak masalah
buat saya dia mengajak saya makan di mana pun dan kapan pun.
Hal menjijikkan
lainnya adalah dia menjilati jemarinya setelah makan. Ini hampir membuat saya
muntah, bahkan sekarang pun saya masih ingin muntah menceritakannya kembali. Ok,
cukup cerita tentang Budi. Dia memang bukan cowok yang akan membuat saya jatuh
cinta. Alih-alih jadi teman, saya lebih suka menghindar darinya.
Saya malam
ini memang tidak menemukan apa yang saya cari. Bahkan belum ada yang mengajak
saya berkenalan. Tapi seorang jurnalis, bapak-bapak, menyapa saya. Dia tanya apakah
saya jurnalis jug? Saya jawab iya, meskipun kejurnalisan saya sudah berakhir
masanya. Saya tidak mungkin bilang semua yang saya tulis di sini adalah curhat
mengenaskan saya.
Saya tidak
ingin menyembunyikan semuanya saja. Saya memang belum menemukan bahagia dalam
cinta. Setidaknya saya bahagia dengan cara saya menghadapi kesendirian ini. Melihat
hal-hal baru di warkop. Bisa jadi akan berkenalan dengan seseorang di sini. Entah
teman biasa atau teman hidup saya tidak tahu. Hanya belum mala mini. Saya harus
pulang karena jam sudah menunjukkan pukul 11 malam. Saya butuh istirahat dan
tempat melupakan kehidupan untuk beberapa jam.
Itu dia
tulisan saya semalam di sebuah warung kopi. Setelah diketik ternyata memenuhi 6
halaman. Cukup panjang untuk dibaca dihari Senin yang sibuk ini. Selamat menikmati.
Komentar
Posting Komentar
Berkomentarlah yang baik. Semua komentar yang masuk akan dimoderasi. (admin: Honeylizious [Rohani Syawaliah]).