Saling Terbuka dan Banyakin Komunikasi
Pengalaman saya di dunia pernikahan masih cetek, saya juga belum pernah baca buku tebal yang bahas pernikahan secara mendalam. Tapi yang kemudian saya pelajari dari beberapa pernikahan yang ada di sekitar saya dan akhirnya juga di pernikahan saya sendiri, kita nggak bisa semata-mata berharap suami adalah orang yang paling peka dengan kondisi hati dan pikiran istrinya. Jangan ujug-ujug menghakimi suami tidak peduli dengan istrinya hanya karena dia tidak bisa membaca isi kepala istrinya.
Dia bukan cenayang. 🤣🤣🤣
Waktu awal pernikahan sering dibuat kesal karena tidak mendapatkan kepekaan dari suami. Masalahnya ada 3 jenis suami di muka bumi ini.
1. Peka
2. Tidak mau peka
3. Mau peka tapi tidak peka
Beruntunglah kalau dapat suami yang peka dengan keadaan istrinya. Belum diminta suami sudah memenuhi apa yang dibutuhkan istrinya. Tapi masalahnya tidak semua lelaki diciptakan dengan radar kepekaan yang sama. Suami saya termasuk tipe yang mau peka kalau dikasih tahu.
Capek ngasih tahunya?
Awalnya capek bestie. But if you need this to work out, you have to deal with it. Jadi jangan heran kalau ada orang yang sudah puluhan tahun menikah bahkan sudah punya cucu pun tetap bertengkar karena kurang terbukanya komunikasi. Pernikahan bukan pertandingan yang harus ada yang menang dan kalah.
Mengalah bukan berarti kita kalah, tapi artinya kita sudah cukup dewasa untuk meminggirkan segala emosi kita. Selama bisa ditoleransi dan dikompromikan. Segalanya dibagi bersama. Susah senangnya. Berat ringannya.
Selama 5 tahun pertama pernikahan jangan tanya berapa banyak pertengkaran yang terjadi. Berapa kali ingin minta cerai saja. Berapa kali kabur. People just don't know. Because we don't tell anybody.
Tahun ini menuju ulang tahun pernikahan ke-9. Sudah jarang miskomunikasi. Sudah jarang bertengkar. Banyak terbuka. Saling mengalah. It's been a roller coaster. Tapi saya senang saya bertahan. Karena itu artinya saya mengalahkan semua bisikan setan-setan manja yang ingin kami berpisah. Rasanya juga saya nggak keberatan memberikan kontribusi sebanyak-banyaknya dalam pernikahan ini.
Dulu saya keberatan dengan pekerjaan domestik dibebankan pada istri padahal kemudian bisa dibagi dua. Kemaren-kemaren ya saya jarang masak, nggak beresin rumah, nggak cuci baju, karena waktu itu pikiran saya kok saya jadi babu di rumah tangga ini. Saya lupa kalau saya bisa mengajak suami untuk ikut mengerjakan pekerjaan rumah tangga. Pekerjaan rumah tangga kan nggak ada gendernya? Bukan hamil, melahirkan, dan menyusui.
Hal-hal yang tak bisa dimaafkan dalam pernikahan menurut versi saya:
1. Selingkuh
2. KDRT
3. Main judi
4. Minum minuman beralkohol
Sisanya bisa kita cari titik tengahnya. Jangan keberatan kalau kita yang harus mengalah. Nggak ada juga orang yang akan mencibir kalau kita mengalah demi utuhnya pernikahan dan anak-anak kita yekan? Lain cerita kalau disuruh ngalah ketika suami minta poligami. 😂😂😂
Komentar
Posting Komentar
Berkomentarlah yang baik. Semua komentar yang masuk akan dimoderasi. (admin: Honeylizious [Rohani Syawaliah]).