Kehidupan seorang Abah Arief Eka Putra
Dulu, 30 tahun lalu, memiliki sepeda motor adalah sebuah kemewahan. Di kampung kebanyakan orang menggunakan sepeda atau oplet alias oto. Oto di kampung saya itupun sebenarnya mobil pickup yang dimodifikasi dikasih dinding dan atap menggunakan papan. Ongkos naiknya juga murah, hanya beberapa ratus rupiah. Kala itu harga beras belum mencapai angka 1000 perak perkilo.
Jika sekarang masih ada oto, mungkin tarifnya ribuan atau puluhan ribu. Mengingat langkanya penumpang. Rata-rata sekarang orang semua punya motor sendiri. Bukan hanya karena kebutuhan tapi juga kemudahan untuk kredit sepeda motor. Beda sama jaman dulu. Nabung dulu baru bisa beli sepeda motor. Sekarang DP 500rb - 1 juta sudah bisa bawa pulang motor keluaran terbaru.
Waktu saya kecil, naik sepeda ontel dengan kaki yang diikat menggunakan sapu tangan ke bagian bawah sadel pembonceng sudah menyenangkan. Walaupun pantat jadi agak sakit karena kelamaan duduk di besi. Kalau dibonceng menggunakan sepeda dengan kursi belakang yang ada jok berbusa, bahagia sekali rasanya karena bisa duduk nyaman sepanjang jalan.
Jaman saya sekolah dulu, sekolah dasar di desa Bakau, hampir setiap hari pulang pergi jalan kaki. Jarang diantar menggunakan sepeda. Kadang sesekali dibonceng Aki ke sekolah, karena Aki pergi ke sawah alias umme yang letaknya lebih jauh dari SD saya dulu.
Sekarang, terutama di kota, rata-rata anak akan diantar ke sekolah. Apalagi anak TK dan SD. Melihat orang berlalu lalang menuju sekolah dan bermacet-macetan menggunakan sepeda motor dan mobil sudah biasa.
Hari ini Abang Raza sekolah TK lagi. Umak sudah tak perlu mengantar. Sudah bisa ditinggal dan cukup abah yang mengantar dan menjemput. Ternyata menunggui anak di sekolah itu melelahkan. Pantas saya, waktu saya pertama sekali sekolah langsung ditinggalkan Uwan. Habis mengantar dia pulang. Pesannya, nanti ikutin aja anak-anak lain yang jalan kaki.
Komentar
Posting Komentar
Berkomentarlah yang baik. Semua komentar yang masuk akan dimoderasi. (admin: Honeylizious [Rohani Syawaliah]).