Panas
membara. Berbotol-botol air tak juga menuntaskan dahaga. Merah.
Merah. Merah di mana-mana. Baju merah. Wajah merah. Bibir merah. Mata
merah. Bahkan cairan merah tumpah ruah. Batang-batang gaharu berubah
menjadi abu, mengeluarkan asap serupa kekuatan gaib yang menyatu
dengan raga-raga yang terbuka. Menyesakkan. Beberapa kali saya merasa
mual. Hampir muntah. Kepala pusing. Kedua tangan saya bergetar.
Seakan-akan ada kekuatan yang ingin merasuki saya. Saya tahan. Tak
kuat berdiri saya duduk. Tak kuat duduk saya ganti berdiri. Begitu berkali-kali. Tangan saya berpegangan pada pagar yang semakin membara. Saya lepas sebelum tangan saya ikut terbakar.
Bermandi
cahaya matahari. Ingin bersembunyi tapi tak ada tempat untuk lari.
Lautan manusia memenuhi lokasi Festival Cap Go Meh Singkawang 2019.
Penonton tak bisa bergerak banyak. Walaupun panas membakar. Beberapa
ada yang membawa payung dan bersembunyi di bawahnya. Sebagian lagi
penonton wajahnya tertutup masker, berusaha menepis cahaya matahari
yang perkasa. Tak ada guna. Tetap terasa panas.
Sebentar
lagi selesai.
Sebentar lagi selesai.
Sebentar lagi selesai.
Berulang-ulang
saya ucapkan untuk mengurangi rasa panas. Apalagi ini adalah kali
pertama menonton Festival Cap Go Meh di Singkawang. Selama ini saya
hanya menyaksikan di kampung saya di Jawai. Peserta tatungnya tak
sebanyak yang sekarang ada di depan mata saya. Sejam berlalu barisan
tatung bukan berkurang malah semakin ramai. Saya dengar jumlahnya
lebih dari 1.000 peserta. Dari berbagai kalangan. Tua muda, kecil
besar, perempuan laki-laki, bahkan nenek-nenek dan kakek-kakek pun
turut serta.
Mata
saya hanya terlindungi sebuah kaca mata, kulit saya yang tak tertutup
terbakar matahari. Rasanya hampir matang terpanggang di bawah cahaya
yang terang-benderang. Sesekali mendung kemudian panas lagi. Keringat
mengalir di mana-mana. Tenggorokan mengering.
Hari itu saya melihat sesuatu yang tak akan saya lihat setiap hari. Saya melihat sesuatu yang lain ketika para tatung melewati saya. Mereka tak sepenuhnya manusia. Sebab ada kekuatan lain di tubuhnya. Mata hitam mereka banyak yang tak terlihat. Sisa putihnya.
Senjata tajam tak mampu melukainya. Seberapa sering saya bisa melihat manusia yang kebal dengan senjata tajam? Belum lagi atraksi menembus berbagai benda di rongga mulutnya. Tak ada darah yang mengucur.
Sedemikian
ajaibnya.
Kamera saya mengeluarkan bunyi klik ribuan kali.
Entah fokus atau tidak yang terpenting saya menjepretkannya. Saya tak terlalu peduli.
Wisata
magis, karena bukan wisata biasa. Pada saat Festival Cap Go Meh
seperti ini kita tidak hanya akan menyaksikan bagaimana ornamen imlek
di berbagai sudut kota. Tak hanya melihat lampion merah memenuhi
setiap bagian di Singkawang termasuk di rumah-rumah. Tapi hari itu,
kita akan melihat bagaimana manusia mengalahkan logika. Menyaksikan
manusia yang melewati batas kemampuannya sebagai mahluk yang fana.
Hari itu mereka menjadi sesuatu yang tak akan kita lihat pada hari
biasa.
Walaupun
kita akan melihat mereka sesekali minum air untuk melepaskan dahaga.
Bagian ini saya hanya bisa tersenyum, tahan senjata tajam tapi tak
tahan dengan haus dan dahaga. Ketika mereka minum, saya harus
mengakui bahwa mereka masih manusia. Manusia yang dimasuki kekuatan
magis yang kasat mata. Kita hanya dapat melihat bagaimana kekuatan
magis itu membuat mereka mampu melampaui batas akal sehat kita.
Hari
itu, pada Festival Cap Go Meh Singkawang 2019, untuk beberapa jam,
rasanya, saya menembus lorong waktu. Bertemu dengan para tatung yang
menunjukkan atraksi terbaiknya. Sedikit mengerikan jika tak kuat
melihatnya.
Menyaksikan 12 naga aneka warna yang kemudian dibakar untuk ‘mengembalikannya’ ke alam yang sebenarnya. Melihat bagaimana pada satu hari itu tak ada batas antara agama yang berbeda, ras dan suku bangsa, warna kulit, ataupun bahasa.
Festival Cap Go Meh Singkawang 2019 itu menyatukan kita semua. Kita semua larut menyaksikan atraksi tanpa perduli dengan perbedaan kita. Bahkan di dalam perbedaan itu kita menemukan bahwa yang berbeda dengan kita itu unik. Kalau tak ada perbedaan, bagaimana kita akan melihat budaya yang lain dari yang kita miliki. Bahkan festival ini menjadi daya tarik banyak wisatawan asing. Banyak bule yang datang tak hanya untuk menonton, tetapi juga menjadi peserta tatung itu sendiri. Sehingga sekarang Singkawang menjadi destinasi wisata Cap Go Meh yang memang diperhitungkan.
Bayangkan
lebih dari 1.000 tatung menyatu pada satu hari, belum lagi peserta
yang ikut membawa tandu, menabuh genderang, dan panitia yang
mendukung acara. Dari banyak tatung ada satu tatung yang mencuri
perhatian saya.
Selain wajahnya mirip Oppa
Korea, dia juga terlihat ‘biasa’ dalam artian seperti tak ada
kekuatan yang masuk ke tubuhnya karena dia bisa berinteraksi dengan
normal.
Tersenyum dan melambaikan tangan pada orang yang menonton
acara tersebut. Padahal tatung yang lain terlihat berada di alamnya
sendiri. Terutama yang matanya sudah tersisa putihnya saja. Namun
tatung yang tersenyum ini juga tetap tidak terluka meskipun duduk dan
bertahan kakinya di atas senjata tajam.
Setidaknya
di pertengahan acara saya sedikit lega, tak begitu takut seperti
waktu tatung yang lainnya lewat. Secara
keseluruhan saya menikmati acara ini sebab jarang-jarang bisa melihat
berbagai atraksi berbahaya di tempat umum dan ribuan pula pesertanya.
Mau
menonton Festival Cap Go Meh? Pasti ke Singkawang.
Semarak Festival
Imlek & Cap Go Meh Singkawang 2019, Pesona Wisata Kota Singkawang
Tahun
ini ketinggalan menjadi bagian dari Festival Imlek dan Cap Go Meh
Singkawang? Tenang, tahun depan bisa ikut lagi. Siap-siap booking
kamar hotel. Di Singkawang sendiri hotel lumayan banyak, meskipun
saat menuju Cap Go Meh akan banyak hotel yang full booked.
Selain hotel ada juga kost-kost premium yang menyediakan tempat untuk
menginap harian. Tak jauh dari lokasi acara, hanya berjarak beberapa
kilo meter Anda akan menemukan penginapan yang bukan hotel yang tentu
saja akan lebih mungkin untuk tersedia kamar kosong dibandingkan
hotel.
Untuk
menghindari tidak kebagian kamar hotel sebaiknya segera booking
kamar hotel incaran jauh-jauh hari. Jangan mendekati Imlek atau Cap
Go Meh baru mencari hotel. Sebab
dapat dipastikan banyak hotel, terutama yang lokasinya dekat dengan
lokasi acara, pasti sudah banyak yang pesan.
Kota
Singkawang sendiri lokasinya dari Pontianak sekitar 3 jam perjalanan
jika naik mobil pribadi. Tidak begitu jauh namun tidak pula begitu
dekat.
Di sini selain bisa menikmati wisata magis, bisa juga menikmati wisata kuliner dan juga banyak lokasi wisata yang dapat disinggahi. Terkenal sebagai Kota Seribu Kelenteng dan juga Kota Amoy, sebab di sini banyak sekali kelenteng, jarak antara satu kelenteng dengan kelenteng lainnya sangat dekat. Amoy sendiri adalah sebutan untuk gadis Tionghoa. Karena di Singkawang mayoritas penduduknya adalah etnis Tionghoa, jadi kota ini juga dijuluki sebagai Kota Amoy.
Bagaimana?
Tahun 2020 pasti ke Singkawang?
Tulisan
ini diikutsertakan dalam Lomba Menulis Blog "Generasi Pesona Indonesia
Kota Singkawang 2019" yang diselenggarakan oleh Generasi Pesona
Indonesia Kota Singkawang
Komentar
Posting Komentar
Berkomentarlah yang baik. Semua komentar yang masuk akan dimoderasi. (admin: Honeylizious [Rohani Syawaliah]).