Pernah.
Saya juga pernah galau. Pernah nangis. Pernah lupa bahwa beras
itu mahal. Eh
Jadi kalau di Sambas, biasanya orang Melayu suka mengolok-ngolok
orang yang galau karena Ce-i-eN-Te-A itu adalah orang yang belum
memahami bahwa harga beras lebih penting dari itu semua. Sebab saat
menikah yang dipikirkan berikutnya buat bulan madu melainkan
bagaimana kita melanjutkan kehidupan sebagai orang dewasa yang sudah
menikah. Putus cinta? Lebih menyakitkan susahnya cari isi ulang gas
tabung hijau. Hahaha…
Dulu gampang baper. Sedikit-sedikit emosional pokoknya. Tempat
yang menampung itu semua? Twitter. Bahkan pernah dihukum tak bisa
update twit gara-gara terlalu cepat ngetwitnya. Ah sudahlah galau,
sedang curhat di twitter, kemudian tak bisa melanjutkan curcolnya
gara-gara si burung birunya yang balik ngambek. Kebanyakan
twit. Spamming.
Move
on-lah. Jangan kelamaan galau.
Saya juga pernah berada di posisi itu, merasa tak berharga. Tak
diinginkan. Menyedihkan. Sampai akhirnya menemukan pelabuhan
kehidupan saya selanjutnya. Orang-orang yang akhirnya menjadi
keluarga dan paling penting dalam hidup saya. Butuh terlalu lama
waktu itu untuk menemukannya. Sampai saya lama galaunya. Di blog ini
juga pasti banyak sisa kegalauan saya. Sudah move on
sih sekarang. Kalau belum
move on cari
kesibukan. Saat sibuk
biasanya tak sempat lagi mau galau.
Dulu
saya sempat galau, tak tahu harga beras mahal, gara-gara kebanyakan
waktu sendirian. Akhirnya, ngetwit galau ke galau lagi. Susah move on
gara-gara sendirian. Sekarang? Bisa sendirian berjam-jam adalah
berkah. Istilahnya me time
ya buat emak-emak milenial. Beda sekali dengan jaman dulu. Padahal
waktunya sama saja 24 jam. Tapi ada yang bisa menggunakannya hanya
untuk galau ada yang bisa menggunakannya untuk lebih banyak menulis
atau istirahat.
Bagaimana?
Sudah siap move on?
Komentar
Posting Komentar
Berkomentarlah yang baik. Semua komentar yang masuk akan dimoderasi. (admin: Honeylizious [Rohani Syawaliah]).