Waktu masih duduk di sekolah dasar dulu, bahkan belum sekolah juga saya sudah mulai menyaksikan ini, di pasar saya sore hari menghabiskan sekitar 1 jam karena ada tukang jual obat menghamparkan dagangannya. Dulu, keberadaan tukang jual obat menjadi hiburan tersendiri. Apalagi jika dia membawa berbagai macam obat yang diklaim bisa menyembuhkan. Sekarang saya rasa saya mengerti jika ada yang menyebut seseorang dengan panggilan 'dasar tukang jual obat!'. Mengindikasikan sesuatu yang negatif bukan?
Tukang jual obat yang saya kenal dulu, walaupun saya tak begitu ingat nama dan wajah mereka, saya ingat betul 'pertunjukan' mereka untuk mendapatkan pembeli. Tukang jual obat ini berbekal pengeras suara yang masih menggunakan batere, berkeliling kampung. Di setiap pasar yang lumayan ramai, dia akan menghentikan langkahnya, lalu menghamparkan dagangannya diterpal biru. Dia juga membawa banyak foto. Gambar-gambar yang bisa menunjung dongengnya mengenai keajaiban obat yang dia bawa.
Sekarang kita masih bisa kok menemukan tukang obat yang serupa. Cuma sekarang mereka berganti rupa dengan akun-akun sosial media yang dengan cerdas menghiasi internet dengan foto-foto yang indah. Jauh lebih indah dibandingkan dengan foto yang dibawa tukang obat yang waktu kecil saya lihat dulu.
Ada dua jenis obat yang sangat saya ingat. Padahal ini ingatan lebih dari dua puluh tahun lalu. Namun ingatan ini tak mau lepas dari kepala saya. Selalu lewat dan membawa kenangan tersendiri. Kadang menyesakkan. Karena saya rindu dengan masa-masa berjayanya tukang obat keliling itu. Saya tak pernah beli obat yang dijual. Walaupun tertarik selain saya masih sangat kecil, saya juga tak ada uang untuk menebusnya.
Obat yang pertama yang dijual adalah obat untuk membersihkan darah. Supaya orang percaya mau membeli obatnya bagaimana? Mereka akan menuangkan vetsin ke air lalu entah bagaimana air tersebut berubah menjadi hitam. Pekat. Kemudian tukang obat ini akan membuka kapsul obatnya. Mencurahkan isinya ke air yang bercampur vetsin tersebut, lalu air pun berubah menjadi jernih lagi.
Ajaib!
Di kampung penyedap rasa yang ada ya memang vetsin. Siapa yang tidak cemas dengan kesehatannya melihat vetsin membuat air menjadi hitam? Seakan-akan mengatakan bahwa vetsin akan membunuh orang di kampung tersebut. Sehingga orang pun akan membeli obatnya. Apalagi di kampung tak ada dokter spesialis. Syukur-syukur ada mantri yang berada di puskesmas setiap hari untuk merawat pasien.
Kemudian, obat yang kedua. Obat sakit gigi. Tukang obat biasanya butuh relawan yang punya gigi berlubang. Sebelum dia menunjukkan hebatnya obat yang dia bawa dia akan memperlihatkan foto gigi orang yang rusak parah. Khusus obat sakit gigi ini berbentuk seperti minyak yang harus dituang ke kapas lalu disumbatkan ke gigi yang berlubang saat gigi tersebut sakit. Foto-foto gigi rusak yang ada cukup meneror orang yang mengelilingi tukang obat ini. Lalu relawan yang punya gigi berlubang akan dikasih kapas yang sudah ditetesi minyak obat sakit gigi tersebut. Saya rasa sih minyak cengkeh. Namun bukan itu point pentingnya. Sebab yang kemudian terjadi adalah kapas yang diambil dari gigi relawan tadi ketika diletakkan di piring yang sudah diisi air akan mengeluarkan semacam ulat tapi mirip jentik-jentik. Jangan-jangan memang jentik-jentik. Nggak tahulah tapi cukup mengerikan melihat pemandangan seperti itu. Apakah gigi berlubang itu memang ada ulatnya?
Kini, tukang obat keliling kampung itu sudah tak pernah singgah di pasar tak jauh dari rumah Uwan saya. Entah sejak kapan dia akhirny berhenti jadi tukang jual obat. Entah bagaimana awalnya dia memulai kariernya sebagai tukang obat. Satu hal yang pasti, saya suka sekali dengan pertunjukan sulap para tukang obat, terus cara mereka berbicara buat meyakinkan orang juga mengagumkan. Seandainya Anda pernah jadi tukang obat di kampung saya, Bakau Jawai, melalui tulisan ini saya ingin mengucapkan banyak terima kasih sudah mengisi sore saya di pasar dengan berbagai 'pencerahan'.
Komentar
Posting Komentar
Berkomentarlah yang baik. Semua komentar yang masuk akan dimoderasi. (admin: Honeylizious [Rohani Syawaliah]).