Kakak
saya orangnya saya cemburuan. Dia ingin memiliki orang tua saya,
terutama Umak, hanya untuk dirinya sendiri, yang mana hal itu adalah
sesuatu yang tak mungkin sebab ibu saya punya lima anak termasuk dia.
Dia semakin bertambah usianya dan perhatian orang tua akan pindah ke
anak yang lebih muda, itu sangat wajar bukan?
Sejak
kecil saya selalu menjadi 'anak angkat' dan dia yang menjadi 'anak
emas'. Dia selalu memiliki apa yang dia inginkan, sedangkan saya dan
adik perempuan saya menerima apa yang boleh diberikan orang tua kami
atas pengawasan dirinya. Sehingga tak jarang orang tua saya harus
sembunyi-sembunyi memberikan sesuatu untuk 'mengadilkan' situasi.
Harusnya adil itu terang-terangan. Untuk menunjukkan pada dirinya
bahwa dunia ini tak bisa berjalan seperti yang dia inginkan. Dia yang
harus beradaptasi denga n keadaan.
Mana
pernah botol harus mengikuti keinginan air?
Sebenarnya
saya mencoba melupakan kakak sulung saya. Menghapus ingatan saya
tentangnya. Menghilangkannya dari mimpi buruk saya. Tetapi dia sudah
ada sejak saya lahir dan menunggu waktu untuk menyakiti saya. Saya
ingat betul bagaimana liciknya dia menunggu saya di balik gorden
pintu tengah. Ketika saya berlari melintasi pintu tersebut dia akan
melayangkan tamparannya ke pipi saya. Dia selalu mencari cara untuk
menyakiti saya. Setiap hari berkali-kali.
Dia
tidak mendapatkan hukuman atas kelakuannya tersebut. Iya memang dia
diomeli tapi kemudian dia mengulanginya lagi... dan lagi. Sampai yang
terpikirkan dalam kepala saya semasa kecil dulu hanyalah saya ingin
cepat besar. Cepat pergi dari rumah dan cepat pergi dari dia. Saya
hanya ingin menjauh dari saudara sulung saya bagaimana pun caranya
karena saya sangat lelah menjadi adiknya.
Masa
depan yang entah seperti apa. Satu hal yang paling membahagiakan
hanyalah tak bertemu dengannya setiap hari. Tak perlu bertengkar dan
disakiti olehnya. Saya tak bisa menghitung berapa banyak kami saling
jambak, saling tampar, saling maki. Ketika saya mulai remaja saya
akhirnya mulai berani melawan. Apalagi ketika saya remaja saya lebih
besar dari dia. Sementara dia tetap pendek dan kecil.
Dan
dia menyalahkan kami mendapatkan gizi yang baik dan dia gizinya
buruk. Padahal kami tumbuh besar di rumah yang sama.
Dulu
saya percaya betul soal mitos yang menyatakan bahwa punya 3 anak
perempuan tidak pernah akan akur. Makanya dia sedemikian jahatnya dan
selalu saja memicu pertengkaran. Padahal nyatanya tidak demikian di
keluarga orang lain. Saya pikir itu normal saja. Sama sekali enggak!
Kakak saya tidak normal. Dia menderita Sibling Rivalry yang sampai
sekarang tidak sembuh. Karena sejak awal tak ada penyembuhan dari
keluarga kami.
Kurangnya
informasi mengenai penyakit ini, berdampak pada pembiaran
bertahun-tahun, dan sekarang sudah akut. Saya saja tak bisa bertemu
langsung dengannya, jika tidak, siap-siap dia akan memaki dan
mencakar saya.
Bagaimana
dengan lebaran? Tidak pulang dong?
Komentar
Posting Komentar
Berkomentarlah yang baik. Semua komentar yang masuk akan dimoderasi. (admin: Honeylizious [Rohani Syawaliah]).