Hingga
hari ini pun saya selalu mengatakan bahwa saya terus belajar menulis.
Semua tulisan yang sudah saya selesaikan adalah hasil dari
pembelajaran saya selama ini. Sekarang saya masih mendalami lagi
caranya menulis yang lebih baik. Mengasah terus hingga benar-benar
tajam. Walaupun saat sudah berada di titik tajam yang tajam bukan
berarti kita harus berhenti mengasah pisau kepenulisan kita. Sebab
menulis itu belajar tanpa henti. Sampai mati. Sampai tangan ini tak
mampu menulis lagi.
Saya
bukan orang yang ulung dalam menulis. Saya hanya suka melalukan
kegiatan ini. Saya merasa lebih hidup. Bagaimana denganmu? Apakah
kamu merasa lebih hidup dengan menulis? Ada yang kurangkah rasanya
saat kamu melupakan pembelajaran menulismu? Saya sendiri akhir-akhir
ini memang sedikit tidak enak badan. Selalu mengantuk dan gampang
sekali tertidur. Tapi saya tidak benar-benar sakit. Jadi beberapa
hari ini saya melewatkan banyak sekali kesempatan untuk menulis.
Padahal biasanya tak menulis sehari saja saya sudah kalang-kabut
besoknya. Rekor baru nih bisa kosong sampai 4 hari tidak menulis.
Sekarang
saya masih belajar untuk menulis dalam bahasa Inggris. Masih
patah-patah bahasa Inggrisnya. Masalah grammarnya jangan ditanya.
Saya baru 1 bulan berada di kelas bahasa Inggris di ABA. Latihan
menulis bahasa Inggrisnya juga masih saya batasi satu dua postingan
setiap minggunya. Sebab terkadang ada hal-hal yang ingin cepat saya
sampaikan dan mau tak mau saya menggunakan bahasa Indonesia lebih
dulu untuk menuliskannya. Daripada menunggu menyelesaikan bahasa
Inggrisnya dan ternyata butuh waktu lebih lama bukan?
Dulu
saya ingat betul saya bisa menulis panjang-panjang. Akhir-akhir ini
pasti banyak yang menyadari pendeknya tulisan saya walaupun tak
menjadi persoalan besar sih. Cuman kok saya merasa jadi penulis yang
malas ya. Nulis sih tapi pendek. Atau nulis sih tapi sedikit. Sayang
rasanya melewatkan banyak cerita yang harusnya bisa saya kabarkan di
blog ini.
Bahkan
saya masih belum menceritakan perjalanan saya selama ke Temajok
seminggu yang lalu. Tempat indah yang tak ada listrik dan jaringan
telponnya. Benar-benar terisolasi ditambah lagi dengan jalanan yang
belum diaspal. Padahal tempatnya indah dan air lautnya jernih.
Nanti
saya ceritakan lebih lengkap perjalanan saya ke Temajok bersama suami
kemarin ya!
Buat
kamu yang membaca ini dan merasa bahwa menulis itu sulit, menulislah.
Lupakan menulis dengan sempurna. Menulis saja dengan rambu-rambu yang
benar. Mengenai indah tidaknya jangan terlalu dipikirkan. Kadang yang
menjadi masalah utama penulis adalah kita selalu berusaha menulis
untuk mencari pujian orang atau sekadar decak kagum pembaca. Berharap
tepuk tangan yang meriah ditujukan untuk kita.
Menulis
itu perjalanan sunyi. Perjalanan mengenali diri kita sendiri. Saat
kita diam dan hanya ada bunyi papan ketik menemani. Ketika itulah
kita berkomunikasi dengan diri kita sendiri. Pelan-pelan berusaha
mencerna apa yang ada di dalam pikiran kita sebenarnya. Melihat lebih
ke dalam. Ada apa di sana? Siapa kita sebenarnya. Hal yang sering
kita abaikan dan kita anggap kita sudah benar-benar mengenali diri
kita. Padahal bisa jadi, kita hanya tahu sedikit tentang apa yang
kita mau, tentang mimpi kita. Bahkan tentang apa yang kita rasa di
dalam dunia ini.