Semoga
bahasa Inggrisnya benar. Semoga. Saya bolak-balik membacanya tapi
kalau saya teruskan hingga ke-100 kali rasanya saya tak akan pernah
membuat tulisan ini selesai untuk di posting di blog. Tiba-tiba saja
saya ingin menuliskan ini.
Saya
belum menjadi orang tua. Memang sudah menikah. Saya hanya belum
hamil. Saya tidak resah karenanya karena saya punya keyakinan bahwa
Allah bakal ngasih saat saya siap. Sekarang saja saya masih belum
begitu becus menjadi istri. Bukan perempuan sempurna yang berada di
dapur dengan celemek lucunya. Bukan orang yang punya jam biologis
teratur. Tapi saya merasa saya sudah menjadi orang yang terbaik yang
saya mampu.
Saya
bukan anak yang pintar waktu sekolah tapi tidak juga bisa dikatakan
paling jelek nilainya. Bukan anak yang dengan bangga disebut-sebut
sebagai anak yang penuh prestasi oleh orang tua saya saat arisan.
Untung orang tua saya bukan tipe seperti kebanyakan orang tua yang
akan menuntut anak yang berprestasi. Setidaknya ada kepandaian yang
bisa saya tunjukkan dan banggakan untuk mereka.
Umur 8
tahun saya sudah mulai menulis. Bertahun-tahun hanya menulis dan tak
pernah ikut lomba atau mengirimkan karya ke mana pun. Jadi prestasi
menulis saya waktu itu nol besar. Namun bagian yang menyenangkan dari
itu semua, kedua orang tua saya membiarkan saya menulis. Mereka tidak
membimbing dan tidak juga melarang.
Saya
tidak dituntut menjadi anak yang selalu juara 1 atau punya nilai yang
super bagus. Mereka membiarkan saya seperti apa adanya. Ya begini.
Belasan
tahun kemudian saya akhirnya kuliah di Pontianak. Mulai mengikuti
lomba menulis. Buat blog. Melakukan hal-hal yang seharusnya saya
lakukan sejak dulu. Anak yang biasa saja itu. Anak yang berada di
barisan biasa-biasa saja itu sekarang menjalani kehidupan biasa.
Dengan caranya sendiri.
Tak
terbayangkan jika dulu saya memiliki orang tua yang menginginkan
hal-hal yang tak mampu saya lakukan. Terobsesi untuk punya anak yang
hebat dengan menggunakan standar pada umumnya. Anak bukan tanaman
bonsai yang harus dikerdilkan kemampuan tumbuhnya. Biarkan dia
membesar sesuai kemampuannya sendiri. Suatu saat nanti ketika saya
punya anak nanti. Saya tak ingin menuntutnya untuk pintar di kelas.
Memberikan apa yang dia butuhkan dan senangi selama itu baik
untuknya. Menambahkan hal yang positif yang paling penting buatnya.
Kepercayaan.
Bahwa
saya sebagai ibunya percaya, dia akan menjadi orang yang terbaik
sesuai dengan kemampuannya sendiri. Dia akan menjadi anak terkeren
dengan caranya sendiri.