Ini
akan menjadi tulisan panjang yang akan saya tulis menjadi banyak
bagian. Tulisan yang bisa menjelaskan bagaimana saya terbentuk
menjadi diri saya yang sekarang. Bagaimana akhirnya saya menjadi saya
yang menuliskan ini. Duduk di depan layar komputer yang setia
menemani hari-hari saya sebagai seorang istri. Setelah puluhan tahun
akhirnya saya menjadi orang yang mengucapkan terima kasih banyak buat
orang kakak sulung saya. Sebab dia adalah orang yang berperan sangat
besar membuat saya menjadi seorang perempuan yang mandiri dan
memutuskan untuk hidup sendiri di Pontianak walaupun sekarang saya
sudah berdua bersama suami.
Semoga
saya diberikan umur yang panjang dan sempat menceritakan kisah ini
kepada anak cucu saya nanti. Sehingga mereka tak hanya menemukan
kisahnya di blog ini.
Kakak
sulung saya yang sejak kecil saya panggil Kak Long adalah seorang
perempuan yang cerdas dan memiliki ambisi. Sayangnya dia memiliki
sifat iri yang berlebihan terhadap saudaranya dan itu yang membuat
jalan kehidupan kami berbeda. Sejak kecil yang ada di dalam kepala
saya adalah bagaimana caranya menjadi besar secepat mungkin dan pergi
dari rumah. Sebab saya tidak tahan disiksa Kak Long. Tamparan,
tendangan, makian, dan dilukai menggunakan pisau adalah hari-hari
yang saya lewati. Tidak hanya tubuh saya yang menjadi sasaran,
barang-barang saya juga semuanya akan dirusak jika itu membuatnya
iri. Ah, Kak Long, memang tak ada yang tak bisa membuatmu iri bukan?
Apabila
Kak Long membaca tulisan ini, Kak Long harus tahu, saya, sudah ikhlas
dengan semua penderitaan itu. Bahkan terima kasih banyak sudah
membuat saya menderita sedalam itu. Setrauma itu. Selama itu. Hanya
untuk menyadari bahwa Kak Long adalah cara Allah untuk menguji
kesabaran dan melihat seberapa bersyukurnya saya di dalam kehidupan
ini. Sekarang rasanya tak seperti dulu lagi Kak Long. Tak menyakitkan
lagi. Tak membuat menderita lagi. Sudah terbebaskan dari rasa yang
menusuk di dalam dada itu. Tidak sesak lagi. Karena sudah saya terima
segalanya.
Tak
dapat terbayangkan bagaimana rasanya disiksa sejak lahir bahkan
hingga sekarang tak bisa pulang ke kampung halaman untuk bertemu
dengan orang tua sendiri. Namun lebih tak terbayangkan bagaimana
jadinya jika Kak Long tidak lahir di dunia ini sebagai kakak
sulungku. Apa jadinya jika kita bukan saudara. Barangkali kita tidak
akan menjadi diri kita yang sekarang. Kak Long tak akan mendapatkan
objek untuk disiksa setiap hari dari kecil begitu juga diri ini, tak
akan terlatih untuk mendapatkan sedemikian banyak penderitaan
sehingga akhirnya tak ada orang yang lebih menakutkan di dunia ini
selain dirimu, Kak Long.
Terima
kasih telah menjadi Kak Long dalam kehidupan saya ini. Maaf saya tak
bisa menyampaikannya langsung karena terakhir kita bertemu, kamu
pasti ingat, lebaran tahun lalu, di depan Yayasan Kematian di Matang
Suri, kamu masih berusaha melukaiku. Ingin mencekikku dan
menghancurkan sepeda motor yang aku dapat dari Line Messenger. Kamu
pikir Umak yang membelikan. Jangan sama kan dong saya dengan kamu
yang bergantung sama orang tua.
Psikiater
bilang kamu menderita Sibling Rivalry. Tapi saya pikir ada yang salah
dengan cara berpikirmu. Menurut saya kamu hanya kurang banyak
bersyukur. Setelah puluhan tahun bergantung pada orang tua dan
mendapatkan segalanya, kamu sayangnya tak bisa memahami makna
bersyukur. Padahal tak ada yang menyiksamu di dunia ini seperti
diriku yang kamu siksa puluhan tahun. Seandainya bisa mengatakan
semua ini secara langsung. Tanpa ada cekikan, tinjuan, atau tendangan
darimu. Ingin kuberikan ucapan terima kasih ini secara langsung
untukmu, Kak Long.
Terima
kasih banyak untuk semua penderitaannya. Karena penderitaan itu tak
membunuh saya. Menguatkan saya menjadi diri saya yang sekarang.