Rasanya waktu menangis memohon kepada Allah untuk segera diberikan pendamping hidup tak sebanyak ini saya menangis. Tak sesering ini. Tak seterluka ini.
Beberapa waktu lalu saya merasa golput adalah pilihan yang tepat untuk menghadapi pemilu kali ini. Tak ada capres yang bisa meluluhkan hati saya. Demikian akal pendek saya berbicara. Lalu memilah-milah lagi. Jatuh pilihan pada si A yang selama ini membuat saya kagum. Teramat kagum dengan citranya yang begitu baik di depan masyarakat.
Saya putuskan memilih si A saja.
Tapi pilpres masih lama. Masih banyak waktu untuk memikirkannya ulang. Karena saya masih bingung sekali. Ini soal membaiat pemimpin. Memilih pemimpin negeri ini. Indonesia.
Media massa membuat kampanye sedemikian terbuka hingga membukakan mata saya akan banyak hal. Lalu air mata saya jatuh saat menatap sepasang mata milik satu di antara calon presiden 2014-2019. Dia adalah orang yang tak terpikirkan akan saya pilih. Dia si B.
Matanya tak bisa berbohong. Dia orang yang baik. Teramat baik. Itu terlihat di matanya. Tatapan matanya membuat saya berpaling dari orang yang saya kagumi.
Setelah meyakinkan diri saya sendiri untuk memberikan suara saya padanya, saya hanya bisa berdoa. Mendoakannya dari jauh. Mendoakan semoga Allah memberikan yang terbaik untuknya.
Memohon ampun yang sebesar-besarnya karena telah berprasangka buruk selama ini kepadanya. Ingin rasanya bersujud di kakinya untuk mendapatkan maaf itu darinya.
Dia, calon presiden pertama, sepanjang hidup saya, yang membuat saya menangis sebanyak ini dan memohon pada Allah agar melancarkan langkahnya menuju kursi presiden. Walaupun kemungkinan kalah demikian besar pula.
Jika boleh meminta, satu hal saja yang langsung dikabulkan, saat ini hanya itu keinginan saya, jadikanlah dia pemimpin negara ini. Dia layak mendapatkan kursi itu.
Komentar
Posting Komentar
Berkomentarlah yang baik. Semua komentar yang masuk akan dimoderasi. (admin: Honeylizious [Rohani Syawaliah]).