Bagaimana jika bukan dia?
Apa jadinya jika bersama yang lain?
Kadang saat mandangin wajah tidur suami suka mikir kayak gitu. Pernah nggak sih kepikiran gitu juga ketika bersama pasangan. Waktu pertama kali menggenggam tangganya. Bahkan waktu mendengar dia mengijabkabulkan saya sebagai istrinya.
Iya sekarang tiba-tiba ingat tuh wajah pucatnya dia yang pake baju pengantin biru pilihannya. Pucat banget. Pasi. Kayak orang habis liat hantu. Mana pake acara nggak bisa tidur dia. Hihihi...
Dia memang laki-laki yang istimewa. Spesial. Tak pernah terlintas akan seperti dia utuhnya orang yang menikahi saya. Dia bahkan bisa membuat saya tertawa padahal saya sedang kesal banget sama dia. Ya dia memang sesekali menyebalkan. Tapi dia benar-benar orang yang paling sabar yang pernah saya temukan di dunia ini.
Sejak memikirkan pernikahan yang saya inginkan memang lelaki yang memiliki kesabaran tingkat tinggi. Jangan sampai punya suami yang berangasan dan suka main tangan. Alhamdulillah dia bukan tipe laki-laki yang gampang mukul orang. Walaupun dia suka marah sama orang yang ngelanggar lampu merah di simpang empat Jalan Dr. Wahidin.
Gimana ya jika pada akhirnya saya tidak menikah dengannya? Untunglah saya menjadi istrinya. Bukan yang lain.