Home
sweet home. Mensyukuri semua hal yang ada dalam kehidupan kita itu
memang sangat penting supaya kita lebih bahagia. Melupakan hal-hal
yang akan mengganggu kebahagiaan tersebut juga tak kalah pentingnya.
Tak banyak yang tahu saya memiliki seorang kakak sulung yang
menderita Siblings Rivalry akut. Tidak hanya saudara-saudara saya dan
saya sendiri yang mendapatkan dampak negatifnya, kedua orang tua saya
juga kebagian rasa iri dan dengki dalam dirinya yang tak kunjung
habis. Memang saya tak bisa menyalahkan kakak sulung saya atas semua
sikapnya selama ini terhadap semua orang. Semua itu bisa menjadi
semakin parah karena pembiaran yang dilakukan selama puluhan tahun.
Harusnya dia dirawat di psikiater sejak awal. Sejak gejala pertama
muncul 30 tahun lalu. Saat usianya masih kurang dari 1 tahun.
Pembiaran
yang berlangsung puluhan tahun membuat dia merasa kejiwaan yang
terjadi pada dirinya sendiri itu bukan masalah besar. Bahkan 'normal'
menurut pandangan dirinya sendiri. Menyiksa banyak orang di
sekitarnya secara psikologis bahkan fisik, saya masih punya satu
bekasnya yang tak kunjung hilang sampai sekarang.
Puncak
dari semua iri dan dengki yang baginya 'benar' itu membuat saya
hilang kesabaran. Saya muak dan capek. Akhirnya saya menyerah
mengalah padanya. Terjadilah keributan besar yang berdampak pada
semua barang milik saya yang dibelikan ibu saya direbut. Walaupun
sekarang Allah mengganti laptop dan sepeda motor tersebut dengan yang
lebih baik. Syarat saya waktu itu hanya satu. Dia tidak boleh lagi
mengganggu hidup saya jika sudah mengambil semua hal tersebut.
Pertengkaran
hebat tersebut membuat saya takut untuk kembali ke rumah kost yang
saya tempati sebelumnya. Bahkan saya tak berani masuk ke kost lain
sendirian. Saya takut dia akan kembali dan melakukan tindakan yang
lebih menakutkan. Membunuh saya. Untungnya, orang-orang di Radio
Volare, atasan saya sekeluarga, mau menerima saya di ruangan bawah
studio. Di kantor memang jauh lebih aman. Banyak orang dan banyak
CCTV. Dia tak mungkin bisa menembus semua itu tanpa ketahuan orang
kantor. Saya menerima tawaran dari Bang Jaka dengan senang hati.
Selain itu saya bisa menghemat banyak uang dengan tinggal di sana.
Air dan listrik gratis. Kamarnya juga gratis. Saya tak peduli ukuran
dan keadaannya seperti apa. Selama saya bisa tidur dengan tenang
bukan masalah besar buat saya.
Kamar
itu, kamar yang sekarang sudah saya tinggalkan dan pindah ke rumah
yang suami saya tempati, pernah menjadi 'home sweet home' saya lebih
dari setahun. Rumah bagi saya adalah tempat saya bisa berlindung,
baik secara fisik maupun jiwa. Mengistirahatkan tubuh dan perasaan
yang letih. Saya bersyukur tahun 2010 lalu memutuskan untuk menjadi
penyiar di Radio Volare. Di sanalah saya menemukan tempat bernaung
yang sangat bersejarah dalam hidup saya. Saat saya sendirian. Bahkan
memiliki orang tua dan rasanya yatim piatu, saya menemukan lilin yang
menyala dalam kegelapan.
Di
kamar itulah saya menulis ribuan postingan buat blog ini. Di kamar
itu saya menangis dan tertawa sendirian. Rumahku, kamarku, surgaku.
Follow @honeylizious