Sudah
menonton televisi hari ini? Ah rasanya tak habis-habis berita
mengenai predator ini yang memangsa anak kecil secara seks. Bahkan
tak hanya dalam bentuk foto atau video yang banyak terjadi, banyak
juga yang memangsa secara langsung. Sehingga meninggalkan 'bekas'
yang tak mungkin hilang pada diri anak kecil itu. Barangkali saya
satu dari sekian banyak anak di dunia ini yang beruntung tidak
menjadi korban para pedophilia ini. Sebab saya yakin dunia anak-anak
yang menjadi korban ini tak akan lagi sama seperti sebelum dia
menjadi korban kekerasan seksual. Cara dia melihatnya akan sangat
berubah dan itu akan sangat menyakitkan tak hanya bagi dirinya. Orang
di sekitarnya juga akan mendapatkan dampaknya.
Dulu
saya pikir saya hanya akan melihat topik atau isu pedophilia ini
hanya di televisi, di Metro TV yang waktu itu masih menayangkan acara
Oprah. Tak akan terjadi di Indonesia. Ternyata otak saya terlalu
sederhana berpikir bahwa orang Indonesia tak akan mengalami kelainan
seksual seperti yang terjadi di Amerika atau Eropa sana. Saya sangat
keliru. Sebab di sini pun banyak anak-anak yang menjadi korban
kekerasan seksual.
Baiklah
jika kita lihat dari sisi pelakunya, mereka bisa jadi hanya berpikir
sedang menyalurkan hasratnya. Tanpa pernah memikirkan dampak besar
yang akan terjadi setahun ke depan, sepuluh tahun ke depan, bahkan
seumur hidup anak yang dia jadikan objek kekerasan seksual tersebut.
Pedophilia.
Barangkali
kita akan lebih memaafkan orang yang masturbasi. Orang yang
menggunakan imajinasinya sendiri untuk menyelesaikan hasrat tersebut.
Apa pun orientasi seksualnya. Sebab jika sudah ada objek itu akan
menjadi masalah, apalagi jika ini berkaitan dengan anak kecil. Betapa
hancurnya hati keluarganya. Hati anak itu suatu hari nanti. Walaupun
saya yakin, akan banyak sekali korban pedophilia yang mampu berdiri
tegak dan mendongakkan kepalanya sambil mengatakan 'aku baik-baik
saja setelah semuanya berlalu'. Namun sayangnya hidup tak sesederhana
itu. Di dalam tubuh manusia ada darah menggumpal yang disebut hati.
Hati kita tak akan membuat segalanya sedemikian mudah untuk dihadapi.
Saya
memang bukan korban pedophilia. Sekarang saya sudah terlalu dewasa
untuk dijadikan objek juga oleh mereka. Tapi saya korban kekerasan
yang lain. Ada seseorang yang membuat saya trauma dengan kehidupan
saya sendiri. Rasanya kehidupan ini bertahun-tahun penuh dengan darah
dan air mata. Walaupun sekarang saya bisa berdiri tegak dan
mengatakan 'ternyata saya baik-baik saja, saya masih hidup'. Namun
saat melihat ke tahun-tahun belakang, memeras perasaan sendiri, saya
butuh waktu yang sangat panjang untuk akhirnya bersyukur pernah
menjadi objek kekerasan tersebut. Bukan berarti saya mengajak orang
yang menjadi korban kekerasan pedophilia untuk mensyukuri hal
tersebut. Lebih tepatnya mensyukuri apa yang akhirnya kita dapatkan
setelah melewati proses menjadi objek kekerasan seseorang.
Saya
yakin, akan selalu ada hikmahnya. Memang menyakitkan. Sangat
menyebalkan menjadi korban. Saya juga tak pernah suka menjadi korban
kekerasan di dalam keluarga. Sekarang saya bersyukur telah melewati
bagian paling berat dalam kehidupan saya dan melangkahkan kaki untuk
melanjutkannya. Sebab tanpa kejadian bertahun-tahun tersebut yang
penuh teror itu saya tidak akan pernah menjadi diri saya yang
sekarang.
Saya
tak akan menuliskan tulisan ini tanpa meneteskan air mata lagi, sebab
rasanya air mata saya sudah kering untuk menangisi perlakuan satu
orang yang bisa saya sebut sebagai orang yang paling jahat yang saya
kenal di dunia ini sejak lahir ke dunia. Saya akan menceritakannya.
Tenang saja. Tunggu di postingan berikutnya.
Follow @honeylizious