Assalamualaikum
Ki
Sudah
belasan tahun berlalu. Tapi setiap kali membayangkan wajah Aki yang
tersenyum. Wajah Aki yang bersedih. Memejamkan mata dan berusaha
menghirup aroma tubuh Aki yang abadi dalam imajinasi. Maasih ada.
Aroma itu masih ada. Suara Aki yang tak pernah terekam dan tersimpan
sebagai file di komputer masih merdu terdengar. Masih
terngiang-ngiang di telinga. Membayangkan setiap kali naik motor air
akan pulang untuk menemukanmu yang semakin ringkih. Kemudian waktu
ternyata mendatangimu lebih dulu. Sebelum kamu pikun. Sebelum kamu
tak mampu menggerakkan tubuhmu karena stroke.
Dia
memanggilmu saat kamu masih sehat-sehat saja.
Tak
setiap orang lahir dan dibesarkan di keluarga seperti ini. Menjadi
anak untuk kakeknya sendiri. Sementara kedua orang tua sibuk mengais
rezeki demi masa depan anaknya. Tapi keberadaanmulah yang membuat
cucumu sekarang menjadi orang yang seperti ini.
Berapa
kali berteriak pun, aku tak bisa lagi mengatakan pada Aki bahwa
sekarang aku sudah berhasil mencapai cita-cita yang aku idam-idamkan
sejak dulu. Menjadi penulis, Ki. Benar-benar penulis. Penulis yang
tulisannya dibaca banyak orang. Tak hanya fiksi yang aku tulis, Ki.
Semuanya sekarang sudah mulai aku tulis. Bahkan aku juga
mempekerjakan beberapa orang sebagai asisten untuk membantuku
menyelesaikan banyak deadline.
Aki
tak perlu cemas dengan masa depanku. Aku hidup sangat baik dengan
mengandalkan tulisanku. Aku bisa makan enak. Beli barang yang aku
suka. Bahkan aku sudah memberikan uang bulanan untuk Uwan. Perempuan
yang paling Aki cintai di dunia ini. Uang dari aku menulis Ki.
Semalam
aku mengingat semua kenangan itu lagi, Ki. Ternyata aku bukanlah
perempuan yang cukup kuat. Aku masih perempuan yang hampir 12 tahun
lalu Aki tinggalkan. Masih perempuan yang itu. Perempuan yang akan
menangis saat ditanya: “Bagaimana kalau Aki meninggal?”. Sewaktu
menemukanmu kritis di rumah sakit, aku hanya bisa berharap kamu cepat
sehat kembali dan menanyakan pertanyaan yang sama berulang kali.
Kemudian jawabanku tetap sama. Tak ada kata yang keluar kecuali air
mata.
Semua
air mati kucoba untuk kutahan. Tapi tak bisa. Aku akan terus menangis
karena kepergianmu yang sedemikian cepat. Sebelum aku sempat
memberikan apa yang selama ini kamu impikan. Sebuah sepeda motor.
Butut pun tak apa, itu harapanmu sebelum meninggalkan dunia ini untuk
selamanya. Padahal sekarang aku sudah punya Scoopy baru. Belum ada
platnya malahan, Ki.
Ingin
rasanya mengelilingi Jawai seperti dulu bersamamu. Dengan sepeda
warna hijau kebangganmu. Sepasang kakiku akan diikat di tiang sepeda
menggunakan sapu tanganmu. Namun kali ini aku yang ingin memboncengmu
dengan sepeda motor baruku.
Aku
sudah menikah, Ki. Aku akhirnya menetapkan hati untuk memilih
laki-laki yang sepertimu. Dia sangat mirip denganmu. Sangat penyayang
dan lembut hatinya. Nanti aku akan membawanya ke kekuburan Aki.
Supaya Aki bisa melihatnya lebih dekat. Aku tahu surat ini tak akan
pernah sampai ke pangkuan Aki. Aku juga tak bisa mendatangi tempat
Aki sekarang.
Aki
pasti sangat kesepian karena tak ada aku di sana kan? Aku hanya
berharap kedua malaikat penjaga kubur itu selalu baik dengan Aki.
Selalu berharap Allah akan memberikan penerangan untuk Aki di dalam
sana. Menghangatkan tempat peristirahatan Aki sampai waktu kiamat
tiba. Terima kasih untuk segalanya. Terima kasih untuk cinta yang Aki
berikan dari aku kecil sampai aku SMA. Terima kasih untuk masa kecil
dan remajaku yang penuh cinta. Terima kasih untuk tak pernah lelah
menggendongku yang gendut dulu.
Terima
kasih Aki.
Follow @honeylizious