Pernah nggak punya temen yang sebenarnya bukan temen banget sih. Yang tiba-tiba muncul karena mau minta tolong.
Sebelumnya saya mau cerita tentang masa kecil saya. Dulu waktu sekolah dasar saya selalu diingatkan Umak (ibu) untuk tidak berhutang. Sekepepet apa pun. Kalau memang ada yang dibutuhlan harus cerita sama keluarga. Jangan sampai memiliki hutang sama orang. Sebab itu sama aja bikin masalah.
Jadi walaupun dapat uang jajan yang cuma cukup buat beli dua mangkuk bubur setiap harinya selama 6 tahun saya berusaha untuk tidak punya utang di kantin sekolah. Rasanya punya kesalahan besar sama Umak kalau punya utang di sekolah. Karena uang jajan hanya bisa dipake buat beli dua mangkuk bubur, semangkuk saat istirahat jam pertama semangkuk lagi waktu istirahat kedua, saya dan teman-teman biasanya mampir ke rumah ibu kantin buat minta air minum.
Jangan harap air minumnya itu air putih yang sudah dimasak. Kami hanya minta air hujan di dalam tempat penampungan yang ada di samping rumah. Ada beberapa rumah yang selalu kami singgahi untuk minum air dingin tempayan ini. Jangan ditiru karena ini sama sekali tidak sehat. Untungnya perut saya kebal dengan air hujan mentah seperti itu. Alhamdulillah tak pernah sakit perut gara-gara air hujan tersebut.
Saat dewasa dan butuh uang saya sulit menyebutkan butuh uang sama teman. Saya lebih baik meminjam dengan Umak saja. Walaupun Umak bukan orang yang berada. Dia lebih baik mengusahakan selalu punya uang buat dipinjamkan pada anak-anaknya. Anak-anak yang tak terbiasa untuk berhutang dengan orang lain. Bahkan dengan saudara sendiri.
Kebalikannya memang saya malah sering meminjamkan uang buat orang lain. Sudah hal yang biasa ada yang mangkir dari hutang tersebut. Tak peduli sudah bagaimana kerasnya cara kita menagih. Lalu saya sadar satu hal. Mengutangi orang itu hal yang sangat melelahkan.
Bisa bikin darah tinggi. Saat berkeluarga pun suami mengingatkan untuk tidak meminjamkan uang sembarangan. Hanya beberapa orang saja di dunia ini yang saya pinjami. Mereka adalab orang pilihan yang sangat saya percaya dan sudah saya kenal sejak kecil bahkan saat mereka masih dalam kandungan.
Kemudian beberapa hari ini ada seorang temen yang hadir dan ingin meminjam uang. Delapan tahun tak pernah berkomunikasi layaknya temen pada umumnya tiba-tiba dia menghubungi karena butuh pinjaman uang. Delapan tahun dia ke mana saya ke mana. Saya bingung mengapa pada akhirnya dia memutuskan untuk meminjam dengan saya.
Apa pun alasannya. Apa pun masalahnya. Bahkan nomor hape saya aja baru dimintanya beberapa hari yang lalu. Membuktikan bahwa saya temen cadangan untuk meminjamkan uang.
Untungnya suami sudah wanti-wanti untuk tidak meminjami orang lain uang kecuali orang yang saya yakin dan saya kenal baik. Seperti orang-orang yang sampai hari ini sudah berkali-kali meminjam uang.
Kemudian buat yang sudah punya pengalaman tak menyenangkan saat membantu orang dengan meminjamkan uang + niat baik di dalamnya kuatkan iman untuk tidak dengan mudahnya meminjamkan uang pada siapa pun. Masih ada pegadaian dan bank. Arahkan saja mereka ke sana. Jangan sampai melibatkan kita dalam masalah mereka.
Sebab saya yakin sebenarnya setiap dari kita sudah punya tempat berhutang yang tak akan menanyakan alasan mengapa kita ingin berhutang. Saya cuma kepikiran hingga sekarang. Mengapa saya yang dihubungi untuk meminjam uang?
Why me?
Sebelumnya saya mau cerita tentang masa kecil saya. Dulu waktu sekolah dasar saya selalu diingatkan Umak (ibu) untuk tidak berhutang. Sekepepet apa pun. Kalau memang ada yang dibutuhlan harus cerita sama keluarga. Jangan sampai memiliki hutang sama orang. Sebab itu sama aja bikin masalah.
Jadi walaupun dapat uang jajan yang cuma cukup buat beli dua mangkuk bubur setiap harinya selama 6 tahun saya berusaha untuk tidak punya utang di kantin sekolah. Rasanya punya kesalahan besar sama Umak kalau punya utang di sekolah. Karena uang jajan hanya bisa dipake buat beli dua mangkuk bubur, semangkuk saat istirahat jam pertama semangkuk lagi waktu istirahat kedua, saya dan teman-teman biasanya mampir ke rumah ibu kantin buat minta air minum.
Jangan harap air minumnya itu air putih yang sudah dimasak. Kami hanya minta air hujan di dalam tempat penampungan yang ada di samping rumah. Ada beberapa rumah yang selalu kami singgahi untuk minum air dingin tempayan ini. Jangan ditiru karena ini sama sekali tidak sehat. Untungnya perut saya kebal dengan air hujan mentah seperti itu. Alhamdulillah tak pernah sakit perut gara-gara air hujan tersebut.
Saat dewasa dan butuh uang saya sulit menyebutkan butuh uang sama teman. Saya lebih baik meminjam dengan Umak saja. Walaupun Umak bukan orang yang berada. Dia lebih baik mengusahakan selalu punya uang buat dipinjamkan pada anak-anaknya. Anak-anak yang tak terbiasa untuk berhutang dengan orang lain. Bahkan dengan saudara sendiri.
Kebalikannya memang saya malah sering meminjamkan uang buat orang lain. Sudah hal yang biasa ada yang mangkir dari hutang tersebut. Tak peduli sudah bagaimana kerasnya cara kita menagih. Lalu saya sadar satu hal. Mengutangi orang itu hal yang sangat melelahkan.
Bisa bikin darah tinggi. Saat berkeluarga pun suami mengingatkan untuk tidak meminjamkan uang sembarangan. Hanya beberapa orang saja di dunia ini yang saya pinjami. Mereka adalab orang pilihan yang sangat saya percaya dan sudah saya kenal sejak kecil bahkan saat mereka masih dalam kandungan.
Kemudian beberapa hari ini ada seorang temen yang hadir dan ingin meminjam uang. Delapan tahun tak pernah berkomunikasi layaknya temen pada umumnya tiba-tiba dia menghubungi karena butuh pinjaman uang. Delapan tahun dia ke mana saya ke mana. Saya bingung mengapa pada akhirnya dia memutuskan untuk meminjam dengan saya.
Apa pun alasannya. Apa pun masalahnya. Bahkan nomor hape saya aja baru dimintanya beberapa hari yang lalu. Membuktikan bahwa saya temen cadangan untuk meminjamkan uang.
Untungnya suami sudah wanti-wanti untuk tidak meminjami orang lain uang kecuali orang yang saya yakin dan saya kenal baik. Seperti orang-orang yang sampai hari ini sudah berkali-kali meminjam uang.
Kemudian buat yang sudah punya pengalaman tak menyenangkan saat membantu orang dengan meminjamkan uang + niat baik di dalamnya kuatkan iman untuk tidak dengan mudahnya meminjamkan uang pada siapa pun. Masih ada pegadaian dan bank. Arahkan saja mereka ke sana. Jangan sampai melibatkan kita dalam masalah mereka.
Sebab saya yakin sebenarnya setiap dari kita sudah punya tempat berhutang yang tak akan menanyakan alasan mengapa kita ingin berhutang. Saya cuma kepikiran hingga sekarang. Mengapa saya yang dihubungi untuk meminjam uang?
Why me?