Buat
yang tak ingin mendengar curhatan saya sebaiknya lewatkan postingan yang ini
dan bacalah postingan lain yang isinya bukan curhatan dan tentunya di sini
banyak sekali curhatan lainnya. Hahaha… sedikit tricky jika meminta teman-teman membaca tulisan ‘lain’ yang tak
termasuk tulisan yang ini. Belum bertemu suami dan tentu saja saya tak bisa
menceritakan banyak cerita melalui telpon. Tenang buat yang tak ingin
mendengarkan curhatan seorang istri ini
sama sekali bukan curhatan mengenai seorang istri yang sedang rindu
dengan suaminya. Melainkan ini curhatan seorang perempuan yang sedang kesal. Bukan
kesal bagaimana ya. Sebab tak mudah membuat saya kesal hanya dengan membenci
saya.
Ceritanya
begini, seorang teman ingin meminta tolong pada saya. Seorang teman yang sudah
saya tolak lima kali (kalau tidak salah lima, kalau memang keliru berarti enam)
permintaannya untuk ngutang. Saya sebut teman apa ‘teman’ ya? Atau bekas teman?
Saya tak yakin dia benar-benar teman saya sebab sepanjang hidup saya saya tak
pernah meminjam uangnya untuk membayar sesuatu. Selama kami serumah selama 1
tahun kebanyakan dia yang meminjam uang dengan saya. Lalu 8 tahun kemudian dia
datang lagi untuk meminjam uang dan mengatakan bahwa saya ‘temannya’ atau bisa
dia katakan lagi ‘keluarganya’. Demi alasan nama baik dan hal yang berkaitan
dengan aib saya tidak akan menyebutkan namanya di sini. Saya hanya akan
menyebutnya dia.
Dari
seorang teman saya mengetahui bahwa sebenarnya dia sedang membohongi saya
tentang alasan dia meminjam uang. Katanya karena dia menabrak orang. Orang tersebut
menuntut ganti rugi. Sepeda motornya di sita polisi. Dia tidak diizinkan pulang
ke kotanya dan hanya boleh di Pontianak. Intinya sih alasannya berlapis-lapis. Paling
menyenangkan lagi karena katanya saya temannya, saya ini sudah seperti
keluarganya, dia mau mencium kaki saya, memohon mengemis pada saya pun dia
rela.
But hey! Are you forget something?
Apakah
kita pernah berkumpul di luar sama-sama? Apakah kamu pernah mengajakku untuk
berkumpul seperti teman yang lainnya? Bahkan kamu tak pernah jalan denganku
seperti teman-temanku yang lain. Setelah 8 tahun kemudian hanya dengan satu
mantra POOF kita sudah menjadi teman
sejati seperti teman? Are you kidding me?
Memang sekitar lebih 8 tahun yang lalu kita pernah satu rumah sama-sama. Satu-satunya
orang yang menjadi temanku di rumah itu hanya satu orang. Sejak kecil, saat serumah,
hingga tulisan ini diterbitkan. Dia menjadi orang yang selalu menolongku dan
aku juga menolongnya.
Lalu
janji manismu mengatakan jika suatu hari nanti aku kesulitan kamu dengan ikhlas
membantuku. Seperti yang aku lakukan, itu apabila aku membantumu sekarang. Yakin?
Really?
Saya
akan bisa menuliskan tulisan lebih panjang lagi dari ini, tapi karena ini hanya
curhat seorang blogger yang tak berada di dekat suaminya dan tak bisa
menyampaikan banyak hal lagi sebab deadline semakin mepet. Curhat di sela deadline
memang menyenangkan tapi lumayan mengurangi waktu kerja. Artinya harus lebih
cepat menulis artikel pesanannya. Olala…
PS:
Buat yang sudah marah-marah di facebook karena pesannya tak dibalas saya pengen
bilang: ‘Hai teman baikku yang sudah seperti keluarga, aku sedang berada di
ujung Jawai Selatan yang sinyalnya TRI-nya memang susah dan kamu marah-marah
pada saya padahal kamu yang pengen pinjam uang? Are youuuuuu kidding me?”