Aku
mencoba meredakan amarahku dengan menaikkan gelas kopi ke bibirku.
Menghirup isinya perlahan. Tak ingin terdengar orang lain. Kamu
menatapku lekat-lekat. Entah kapan aku tak mengenali diri orang yang
aku cintai lagi. Kamu terlihat berbeda, sangat berbeda. Tapi aku tak
tahu di bagian mana kamu terlihat lain. Kamu hanya seperti kehilangan
cintamu padaku.
“Jadi
sekarang kamu maunya apa?”
Akhirnya
aku yang tak lagi bisa menahan diriku walaupun kucoba untuk
menghadapimu dengan sabar.
“Beri
aku waktu. Jangan satu minggu. Itu terlalu cepat.”
“Itu
waktu tambahan setelah lima tahun aku menunggu, Nick.”
“Kamu
yakin tak akan menyesal?”
“Aku
akan lebih menyesal karena membiarkan aku dibutakan oleh cintaku
padamu Nick.”
Kamu
menggeleng-gelengkan kepalamu sambil menatapku. Lama sekali rasanya.
Tatapanmu memang asing. Kamu berbeda dari sebelumnya, ada yang
mengubahmu.
“Apakah
kamu telah mencintai gadis lain, Nick?”
“Tidak,
aku selalu mencintai perempuan yang sama. Perempuan yang sekarang ada
di hadapanku dan sebentar lagi tak bisa aku miliki.”
“Apa
maksud ucapanmu itu?”
“Aku
lebih percaya bahwa hubungan kita akan segera berakhir karena kamu
tak bisa memberikan waktu lebih lama untukku.”
“Aku
memang bodoh telah menunggumu melamarku. Aku tak peduli lagi, Nick.
Aku pergi.”
Aku
menyambar kunci mobil dan tas di kursi. Bersiap meninggalkanmu. Aku
rasa kamu tak akan mengejarku dan segera membiarkanku berlalu.
Seperti yang selama ini kamu lakukan.