Hi
Honeylizious readers! Perkenalkan saya Gelato
Traveler, yang punya YouthGoTravel.
Nah, untuk tema Swap Blog kali ini, saya harus menjelaskan dalam 7
cerita hidup saya yang cukup bikin wajah memerah. Jadi,untuk kalian
yang suntuk, mungkin cerita ini bisa bikin kalian tersenyum
- Gum on the Dress
Saya
ini anaknya jahil, sudah sejak kecil penyakit itu menyebar. Waktu di
TK, saya juga tomboy.
Mama saya lebih suka memakaikan saya baju kodok yang popular di
kalangan anak-anak. Nah, pada saat itu, film Cinderella and Putri
Tidur yang diperankan Ira maya Sopha juga sedang booming.
Banyak anak-anak perempuan yang memakai dress
di TK saya.
Suatu
hari ada satu anak perempuan yang mengatakan bahwa baju kodok saya
jelek, sewaktu istirahat. Saya yang saat itu sedang mengunyah permen
karet langsung naik pitam. Secepat kilat tangan saya mengambil permen
karet dan menempelkannya ke gaun “cantik” yang dipakainya. Dia
langsung menangis dan mengadu kepada salah satu guru kami.
Sepulangnya, si mbak pengasuh yang “menanggung” malu karena ibu
anak itu marah-marah dan memintanya untuk menghilangkan permen karet
dari dress
tersebut.
- Pee on Foes
Nah,
ini kelanjutan dari kenakalan saya di masa kecil. Saya itu paling
suka main ayunan. Suatu ketika saat istirahat, ada dua anak perempuan
yang mengambil alih ayunan kesayangan saya. Dengan kesal saya mencoba
untuk menikmati permainan lainnya, yaitu jaring laba-laba bersama
sepupu saya. Tidak lama kemudian sepupu saya berkata dia mau ke
toilet dulu untuk buang air kecil.
Entah
setan jahil mana yang merasuki saya. Saya pun berbisik ke sepupu saya
sambil tersenyum licik (seperti di sinetron..hihi). Kemudian saya
mendekati kedua anak perempuan yang sedang asyik bermain ayunan. Saya
meminta mereka untuk menutup mata sebelum saya memberikan “surprise”.
Dan pada saat itulah sepupu saya asik pipis di seragam mereka. Dan
seperti biasa, si mbak pengasuh yang merasakan amarah kedua ibu dari
kedua bocah lugu tersebut.
Note
for 3rd
and 4th
stories:
Saya meminta maaf kepada Mbak Ani, pengasuh saya selama empat tahun
yang selalu ketimpa amarah orangtua murid selama saya bersekolah di
TK dan SD. Mungkin hal inilah yang membuat guru TK saya menyarankan
saya untuk mulai SD walaupun umur saya baru 5 tahun.
- Pomba Ban Sepeda Portable
Ini
adalah pengalaman saya di kota kecil bernama Ilmenau, Thuringen di
Jerman. Hari itu adalah hari-hari terakhir Student
Week in Ilmenau 2011, student festival yang saya ikuti. Saya
meminjam sepeda dari salah satu host
teman saya. Nah, teman saya lainnya dari Indonesia juga ingin
bersepeda. Kebetulan sepeda itu ada boncengannya, hanya saja jika
ditunggangi dua orang, ban sepeda itu agak sedikit kempes. Maka saya
berinisiatif untuk meminjam pompa ban ke Student
Center,
sedangkan teman saya melanjutkan bersepeda ke danau.
Di
tengah jalan, saya bertemu dengan salah satu pelajar Jerman di
universitas tempat festival diadakan. Saya bertanya apakah mungkin
meminjam popa sepeda di Student
Center.
Lalu dia menawarkan pompa ban yang dimilikinya. Pompa ban yang
dimilikinya seperti seruling, jadi bisa dibawa kemana-mana. Dia juga
berbaik hati untuk memboncengi saya sampai danau.
Sesampainya
disana, dia dan teman saya bahu membahu untuk memompa ban sepeda yang
kempes. Dan pada saat itulah saya melihat sesuatu yang mirip dengan
pompa ban yang dimilikinya di bawah boncengan. Lalu, dengan polosnya
saya bertanya apakah benda itu juga pompa ban. Dengan wajah menahan
tawa, dia mengangguk. Saat itu, saya malu sekali karena mungkin saja
pelajar itu mengira saya ini ndeso
:p. Tapi jujur saja, itu adalah pertama kalinya saya melihat pompa
ban sepeda portable..hihihi
- Heart of Ice
Pria
romantis adalah dambaan kebanyakan perempuan. Beruntungnya, Perfect
Travel Mate saya, Jacknass
Traveler itu cukup romantis. Awal Desember tahun lalu, tepatnya
pada tanggal 7 adalah hari dimana kami bertemu kembali setelah
setahun LDR. Mungkin bisa dibilang, saya ini orangnya tidak terlalu
romantis karena saya merasa biasa saja untuk pertemuan itu sebab
setiap hari melihat dia di Skype.
Di
bandara Vilnius, saya melihatnya menunggu saya bersama kakaknya. Dia
menghampiri saya dan … (the
details..mhm off the record)
Kemudian saya berkata bahwa saya bertemu dengan teman baru dari Korea
di pesawat. Wajahnya sedikit kaget, “Already
met another guy?”
Saya hanya nyengir
dan berkata bahwa teman baru saya itu akan ke Kaunas juga karena dia
belajar di universitas yang sama dengan kami, dulunya. Dia maklum
karena saya ini orangnya easy
going
dan cepat berkenalan dengan orang asing, terutama saat berpergian.
Dia
pun berkenalan dengan teman baru saya. Saat akan ke mobil, dia
meminta saya berhenti dan mengatakan “My
heart is melting! Touch it!”
Lagi-lagi saya dibuat nyengir
dan menyentuh dadanya. Kemudian saya bergegas lagi ke mobil karena
cuaca yang super dingin.
Karena
kami tidak langsung pergi ke Kaunas, kami hanya mengantar teman Korea
ini ke stasiun kereta. Kami keluar mobil untuk berpamitan dengannya.
Sesaat sebelum saya ke mobil, Jacknass membuka mantelnya dan
mengeluarkan es krim kesukaan saya dari “jantungnya”. Saya baru
sadar, dia ternyata mau menyambut saya secara “romantis” namun
rencananya tidak terlalu berhasil karena saya yang kurang peka,
ditambah lagi membawa “cowok” lainnya di hari spesial itu :p.
- Lychee Tea Disaster
Kejadian
ini baru saja terjadi di awal tahun 2014 sewaktu saya mengunjungi
Godmother
Jacknass Traveler di Jerman. Saat kami berbelanja, Jacknass melihat
leci dan bertanya pada godmother-nya
apakah dia pernah merasakan buah eksotis itu. Karena belum, Jacknass
meminta saya membuat Lychee Tea seperti yang saya buat untuknya
sewaktu di Lithuania untuk mengambil hati ibu baptisnya.
Sesampainya
di rumah, saya segera membuat Lychee Ice Tea. Rasanya sempurna,
tinggal ditambah air buah kalengan. Godmother
menawarkan untuk memakai air buah persik kalengan. Pada saat
menuangkan air tersebut, saya kurang berhati-hati dan beberapa buah
persik utuh di dalamnya jatuh ke dalam teko dan air teh di dalamnya
meluber. Jacknass langsung membantu saya membereskan kekacauan dan
membuat ulang setengah teh leci yang terbuang sia sia. Begitu juga
usaha saya untuk meninggalkan kesan yang baik di hati Godmother
Jacknass…
- Via delle Terme di…
Woman
can’t read map!
Well, mungkin stereotype ini berlaku untuk saya. Saat liburan ke
Italy awal Januari ini, saya berniat untuk makan malam di tempat yang
cozy
tapi tetap affordable
dengan Jacknass untuk merayakan hari pertama kami bertemu yang ke-20
(for
your record, yeah we do celebrate this special moment every month
.
Salah satu cerita tentang tradisi kami ini bisa dibaca disini.)
Di
salah satu Travel Website internasional, café ini ditunjuk sebagai
salah satu café aperitivo (dimana kita bisa pilih satu minuman dan
makan buffet sepuasnya dengan harga 10 Euro) terbaik. Dengan
menggunakan GPS handphone, kami pergi ke sana. Saya ingin kami pergi
menggunakan bus, namun jangan harap bus tepat waktu di Roma. Jacknass
mengusulkan untuk berjalan kaki selama lima belas menit walaupun agak
hujan.
Sesampainya
di Via delle Terme di Traiano yang pendek itu, kami mencari nomor 72
(saya lupa nama café-nya dan hanya ingat alamat nomornya saja. Namun
di jalan tersebut hanya ada nomor sampai dengan 30-an. Alhasil,
karena lapar dan basah kehujanan saya marah-marah dan menganggap
Jacknass tidak becus (Am
I rude? Yes I am)baca
peta sebagai laki-laki. Dengan wajah sedih, dia meminta saya
mengingat apapun tentang café tersebut. Di salah satu review, saya
ingat bahwa letaknya tepat di seberang Coloseum. Sedangkan lokasi
kami saat itu jauh dari Coloseum. Lalu, kami pun berjalan ke Metro
untuk ke sana.
Tak
jauh berjalan dari Metro, kami menemukan café tersebut. Dan nama
jalannya adalah Via delle Terme di Tito. Oh
Gosh!
Sekejap saya meminta maaf kepada Perfect
Travel Mate
saya yang masih terus bersabar menghadapi mood
saya yang naik turun seperti anak perempuan berumur 5 tahun… Sudah
susah mencarinya, ternyata pilihan buffet-nya
juga tidak terlalu spesial malam itu. Rasanya tambah merasa bersalah…
- Problematic Luggage
Sebagai
seorang traveler,
koper merupakan salah satu benda terpenting. Di perjalanan maha karya
saya pada awal Desember 2013, saya masih belum juga bebas dari
kutukan “koper rusak”. Pasalnya, setiap kali pulang dari benua
tetangga, koper saya tidak pernah kembali dengan keadaan utuh. Begitu
pula perjalanan kali ini.
Sesampainya
di Roma, setelah perjalanan yang panjang dan transit 12 jam di
Riyadh, saya menemukan handle
koper saya rusak. Beruntung, dengan Bahasa Italia yang
setengah-tengah saya memberitahukan petugas bandara mengenai hal
tersebut. Dia menanganinya dengan ramah dan dia meminta saya untuk
pergi ke toko koper yang ditunjuknya untuk memperbaiki koper saya
secara gratis. Perjalanan menuju rumah mamanya teman tempat saya
menginap menjadi dua kali lebih berat dengan koper rusak. Syukurlah,
setelah kejadian tersebut, koper saya diperbaiki seperti baru.
Sekembalinya
ke Indonesia, saya transit di Singapura dan saya ingin memindahkan
beberapa barang dari koper ke backpack
sehingga tidak over
weight
(maklum perjalanan dari Singapura ke Jakarta, saya menggunakan low
cost airline
dengan batas luggage
20kg yang saya beli.) Sialnya, kunci koper saya jammed.
Saya
segera ke customer
service
untuk melaporkan hal tersebut. Sialnya, saya mendapat officer
yang menyebalkan. Mungkin dia pikir semua orang Indonesia itu TKI
yang mau menipu dengan meminta ganti rugi. Berulang kali saya berkata
bahwa saya tidak meminta uang dan hanya ingin koper saya terbuka.
Saya juga menceritakan bahwa di Roma, saya tidak mendapatkan
perlakuan buruk seperti ini.
Alhasil,
dia menyuruh saya ke bagian custom
dan meminta untuk menggunting kepala resleting koper. Dengan kesal
saya ke bagian custom
dan disana mereka meminta dokumen yang memperbolehkan mereka untuk
merusak koper saya. Saya kesal karena harus bolak-balik namun tidak
ada hasil. Akhirnya, petugas itu memanggil petugas custom
yang menyelidiki saya serta melihat semua dokumen penerbangan saya
sebelum merusak koper saya.
Well,
cerita kali ini bukannya untuk membandingkan betapa buruknya
perlakuan orang serumpun pada saya. Tapi hal ini menjadi pembelajaran
saya untuk hati-hati dimana pun saya berada. Tidak semua orang
berbaik hati pada devil
seperti saya. Singkatnya, saya kembali dengan ke Jakarta dengan
resleting yang rusak. Petugas check
in
menutupinya dengan sticker
agar tas saya tidak dibuka tanpa sepengetahuan saya (walaupun isinya
hanya baju kotor).
Sesampainya
di bandara Soe-Ha, saya tidak melihat koper saya karena saya sudah
terlalu lelah dan nomor luggage
saya diminta petugas bandara. Saat di rumah, papa saya menanyakan
perihal koper saya yang lagi-lagi rusak, salah satu rodanya hilang.
Dan saya baru sadar bahwa sticker
untuk menutupi resleting yang rusak juga dibuka. Saya tidak bisa
klaim ke asuransi karena nomor luggage diminta petugas bandara.
Luggage
oh luggage…
Sekian
cerita panjang tentang tujuh hal memalukan yang saya pernah alami.
Semoga Swap Blog readers, terutama penggemarnya Hani bisa berkunjung
ke blog saya juga. Thanks Hani