Berhari-hari
aku menanti. Rasanya sudah ribuan kali aku menatap layar ponselku
hanya untuk menemukan pesan darimu yang masih saja bertema yang sama.
Nihil. Kamu tak mempertanyakan mengapa aku memutuskan menikah secepat
itu. Tak pula ada kata yang membahas tentang janji kita.
Apakah
kamu pernah memikirkanku? Benarkah tak ada bayangan wajahku yang
melintas di benakmu? Aku tak bisa menanyakannya langsung. Tentu itu
rasanya tak sopan mendesakmu hingga ke sudut seperti itu. Kamu tak
bisa menjawab dengan jujur jika sebenarnya jawaban yang kamu miliki
akan mengecewakanku.
Kemudian
hari itu tiba. Hari di mana jariku kemudian dilingkari cincin emas
yang menjadi mas kawin di pernikahanku dengannya. Dia yang menerimaku
dengan suka cita. Melihat matanya yang menatapku juga membuatku
luluh. Tak bisa kutolak cinta yang kemudian memutik di dalam hatiku
untuknya. Aku mengingkari janji pertemuan kita.
Memang
aku mengingkarinya dan kamu juga tetap tak membuat kepastian
mengenainya. Apakah aku salah melakukannya? Hingga hari ini aku tak
tahu jawabannya. Sebab aku tak tahu apa yang terbaik untukmu.