“TIDAKKKK!”
Tubuh
Rhea terguncang hebat. Keringatnya membasahi pakaian yang dia
kenakan. Aku bisa melihat keringat itu keluar dari pori-pori di
keningnya yang putih. Bulu-bulu halus di wajahnya juga banjir oleh
keringat. Aku mendekap kepalanya di dadaku. Perlahan dia membuka
matanya. Mata kami saling menatap dalam terang.
“Aku
bermimpi buruk lagi.”
Dia
terisak. Aku menyeringai. Aku sudah menebak itu. Dia selalu mengalami
mimpi buruk. Sedang aku menikmati ketakutan yang dia keluarkan setiap
kali mimpi-mimpi itu muncul di dalam tidurnya. Aku sendiri tak pernah
memimpikan hari naas itu. Aku mencoba mengingatnya dan memasukkannya
ke dalam mimpi. Walaupun aku mengingatnya dengan sangat jelas. Tetap
saja tak ada yang bisa aku mimpikan.
“Gelap
akan melindungimu.”
“Aku
takut.”
“Tenang.”
Aku
bergerak mendekati dinding lalu mematikan semua lampu di dalam kamar.
Dalam kegelapan aku tetap tak kesulitan menemukan Rhea yang
terbungkus selimut dengan tubuh bergetar. Getarannya masih sama
seperti saat teriakan-teriakan bunuh itu terdengar. Gelap seperti ini
menyenangkan.
“Aku
takut.”
“Tenanglah.
Ada aku di sini.”
“Mereka
akan datang membunuh kita Claudia.”
“Tidak
akan, mereka tak berani Rhea.”
“Kegelapan
menakutkan.”
“Nikmatilah
Rhea.”
“Percayalah,
kegelapan ini yang melindungi kita.”
Aku
tidur dengan sangat nyenyak di dalam kegelapan ini hingga matahari
yang terang membangunkanku. Dia menjamahku dengan cahaya yang
menelusup lewat tirai jendela yang tertiup angin. Ah seharusnya
jendela jangan ke arah timur. Selesai sudah bercintaku dengan semua
kegelapan tadi malam. Aku tak menemukan Rhe di sampingku. Perlahan
aku turun dari tempat tidur dan membuka pintu kamar.
Kakiku
yang baru saja menginjak lantai di luar kamar terasa dingin. Basah
dan lengket. Aku menunduk dan memperhatikan telapak kakiku yang
tergenang cairan berwarna merah. Seringaianku muncul tanpa aku minta.
Mereka sudah datang. Mereka datang lagi menjemput nyawa-nyawa yang
tak berlindung dalam kegelapan.
“Rhea?”
Aku
menemukannya terisak di lantai. Memegangi tangan kakak perempuannya
yang sudah tak bernyawa.
“Dia
mati Claudia! Dia mati!”
“Setiap
yang hidup sudah pasti mati Rhea.”
“Mereka
membunuhnya.”
Aku
tersenyum. Menyeringai. Mereka mendengar ketakutan di dalam kamar
yang terang. Mereka membiarkanku yang berada di dalam kegelapan
bersama Rhea.