Kadang
lucu melihat banyaknya orang di perkotaan yang protes tentang naiknya
harga BBM. Subsidi mau dicabut saja sudah kalang-kabut. Padahal
bertahun-tahun wilayah timur Kalimantan Barat harus menikmati harga
BBM yang sangat tinggi. Di judul tulisan ini saya memang menuliskan
harga Rp12.000/liter tetapi sebenarnya banyak masyarakat yang pernah
merasakan harga yang lebih tinggi lagi. Tetapi harga Rp12.000/liter
adalah harga premium yang normal bagi mereka. Harga yang umum mereka
temukan di kios-kios pinggir jalan.
Sementara
ini harga Rp8.000 masih bisa ditemukan di Sintang sewaktu kami
liburan kemarin. Namun saat premium sulit ditemukan di SPBU dapat
dipastikan harga Rp8.000 akan berubah menjadi harga yang lebih
tinggi. Tapi pernahkah kita melihat di televisi masyarakat wilayah
timur Kalimantan Barat mendemo pemerintah karena harga BBM yang naik?
Paling
sering saya mendengar teman-teman yang tinggal di Putussibau
mengeluhkan susahnya mendapatkan BBM. Harga yang sudah melambung
tinggi saat tiba di tempat mereka bukan menjadi masalah besar selama
mereka masih bisa menemukan BBM yang mereka butuhkan untuk mengisi
kendaraan mereka. Kadang sering SPBU di wilayah timur Kalimantan
Barat ingin menambah pasokan BBM di tempat mereka dengan BBM tanpa
subsidi. Hanya untuk mempermudah warganya mendapatkan BBM. Sayangnya
jangankan untuk mendapatkan BBM bersubsidi, yang bersubsidi saja
jarang dikirim ke wilayah mereka.
Ah
kalau masih ada yang suka mendemo harga BBM yang naik harus pindah ke
wilayah timur Kalimantan Barat dan merasakan sendiri bagaimana
sulitnya kehidupan masyarakat di sana hanya melihat isu BBM. Jalannya yang hancur lebur lain cerita lagi. Mereka tak mengeluh dengan harga
BBM yang naik tak tentu rudu. Mereka lebih mengeluh saat kesulitan
menemukan BBM meskipun harganya sudah Rp12.000/liternya untuk jenis
premium.