Cerita
tentang tragedi sebuah perahu yang membuat seseorang meninggal dunia
dalam keadaan hamil karena ulah orang tak bertanggung jawab yang
mengatakan bahwa perahu tersebut hanya akan berlayar setelah melewati
tubuh seorang perempuan yang sedang hamil. Tragedi ini sangat
terkenal begitu juga perahunya. Entah anak jaman sekarang mengetahui
ceritanya atau tidak saya kurang tahu. Tapi yang pasti saya bahkan
masih mengingat dengan baik wajah perempuan yang memerankan perempuan
hamil tersebut dalam film Lancang Kuning.
Sampai-sampai
ada lagunya yang mengisahkan tentang perahu tersebut. Potongan lirik
lagu Lancang Kuning yang masih saya ingat adalah Lancang kuning
berlayar malam.... Saat masih kecil dulu saya sering
menyenandungkan lagu ini. Filmnya sendiri waktu itu diproduksi oleh
negara tetangga dan berbahasa Malaysia. Tetapi postingan kali ini
bukan akan menceritakan tentang sejarah kelam Perahu Lancang Kuning
melainkan tentang perahu lancang kuning kecil yang ada di rumah camer
saya. Berada di ruang tamu dan akan digunakan untuk menampung Pokok
Telok alias bunga yang terdapat telur rebusnya.
Telur
ini beserta bunganya akan dibagikan pada tamu-tamu yang memang
membawa anak kecil dan kenal dekat dengan keluarga mempelai.
Perahunya lumayan besar dan biasanya di bawah perahu tersebut akan
dimasukkan nasi ketan sebagai pondasi batang bunga-bunga tersebut
supaya bisa berdiri dengan tegak. Melihat perahu tersebut saya ingat
tadi malam kami mengambilnya dan membawanya menggunakan sebuah mobil.
Di dalam mobil tersebut ada banyak sekali calon keponakan yang dengan
semangat sekali membantu persiapan pesta pernikahan kami.
Sejak
awal saya tak akan pernah membayangkan pesta yang meriah dan besar
seperti ini, membayangkannya saja saya tak akan berani sebab bagi
saya sendiri menikah itu yang paling penting adalah perjalanan
kehidupan rumah tangga selanjutnya. Bukan soal sehari dua hari
resepsi tersebut. Tetapi keluarga pihak laki-laki memang tidak ingin
anaknya melepas masa lajangnya dengan cara 'cukup-ke-KUA-saja'. Sebab
saya sendiri juga setuju dengan teori hanya ke KUA tersebut. Tak
ingin terlibat acara pernikahan yang akan sangat melelahkan. Apalagi
harus duduk bersanding berjam-jam hanya untuk difoto dan tersenyum
sepanjang waktu.
Sayangnya
saya masih terjebak dalam pesat pernikahan pada umumnya. Meskipun
awalnya kurang setuju, sekarang saya sangat menikmati proses yang
harus dilewati untuk mempersiapkan pernikahan ini. Bagaimana tidak?
Melihat semua keluarga besar pihak laki-laki yang saling membantu
untuk menyambut saya sebagai keluarga mereka yang baru, rasanya
sangat mengharukan. Mendapatkan anugerah sebesar ini rasanya saya
benar-benar menjadi perempuan yang paling beruntung di dunia ini.
Perahu
Lancang Kuning itu satu di antara banyak saksi yang akan menjadi
bagian dari pernikahan kami. Dia yang akan berada di tengah-tengah
ruang tamu nantinya menunggu untuk dicabut satu demi satu. Dan saya
akan duduk berjam-jam hanya untuk menerima kata selamat dari banyak
orang. Termasuk orang-orang di masa lalu yang pernah saya sebut
sebagai kenangan. Saya tak melupakan mereka sebab dengan mengenal
mereka saya jadi lebih mensyukuri seseorang yang pada akhirnya saya
nikahi. Bukan membandingkan tetapi saya hanya merasa saya sangat
beruntung bisa menjadi istrinya yang tentu saja semoga untuk
selamanya.
Perahu
Lancang Kuning itu akan menjadi bagian kecil di hari besar kami.
Menjadi penunjuk betapa saya sangat dihargai sebagai seorang menantu,
istri, dan adik ipar bagi keluarga ini. Kalau bukan beruntung apalagi
saya menamakan semua anugerah yang datang bertubi-tubi ini. Hari ini
saya merasa bahwa penantian sedemikian lama kemarin bukanlah sesuatu
yang sia-sia untuk dilakukan. Lelaki ini memang pantas dinanti
sedemikian lama.