Setiap
kali melihat awan yang menggumpal di langit tangan saya akan gatal
sekali ingin mengabadikan awan tersebut. Langit yang biru sebagai
latarnya dan awan-awan yang membentuk wujud yang kadang serupa
dengan sesuatu hal membuat saya ingin memotretnya. Memang tak setiap
kali saya menemukan awan yang indah bentuknya dan bisa langsung
menjepretnya sebab kadang posisi saya yang tak memungkinkan. Paling
sering melihat awan yang indah itu dari atas jembatan tol. Tentu saja
tak mungkin bagi saya untuk turun dari kendaraan dan mengeluarkan
kamera. Apalagi saya paling sering melewati jembatan itu dengan
sepeda motor. Akan mengganggu lalu lintas jika saya memaksa untuk
menjepret awan tersebut dari lokasi yang sibuk itu.
Tapi
saya selalu suka melihat ke langit dan melihat awan-awan yang
berarak. Apalagi kalau sedang berada di tepi Sungai Kapuas. Awan
adalah objek pertama yang saya lihat untuk diabadikan. Sebab awan
terlihat seperti gumpalan gula kapas yang mengingatkan saya pada
jajanan masa kecil yang selalu saya rindukan. Sayang banyak yang
menjualnya menggunakan zat pewarna yang bukan untuk makanan. Sehingga
saya takut untuk membelinya. Apalagi kalau gula kapas tersebut
berwarna merah.
Awan
yang berada di langit sana akan terlihat pula oleh orang yang
memandang ke langit. Langit adalah tempat saya menambatkan rindu.
Sebab saya selalu merindukan orang yang jauh dari sisi saya. Meskipun
demikian saya tahu mereka dinaungi oleh langit yang sama. Langit yang
kala itu saya lihat dari tempat saya berada.