Setiap
hari saya menunggu petugas lembaga menghubungi saya untuk memberi
tahu lokasi dan waktu penyembelihan hewan kurban yang sudah
disepakati bersama. Memang sejak awal petugas mengatakan kemungkinan
besar tidak akan disembelih pada hari pertama. Kemungkinan hari kedua
atau ketiga. Sebab banyak hewan kurban yang harus disembelih dan
dibagikan. Saya bukan orang yang cerewet mengenai hal ini. Bahkan
sudah mendapatkan kuitansi saya saja sudah senang. Menyenangkan
sekali bisa berbagi dengan orang-orang yang membutuhkan walaupun tak
banyak.
Hari
kedua saya menunggu harap-harap cemas karena memang hari Kamis, hari
ketiga Idul Adha saya sendiri punya seabrek kegiatan yang harus
dilakukan. Tapi nihil juga. Saya mulai bertanya-tanya. Jadi saya
menghubungi nomor telpon yang tertera di kuitansi milik saya. Nomor
telpon tersebut memang aktif tapi puluhan kali saya menghubunginya
sama sekali tak ada yang menjawab. Saya masih tenang karena itu hari
kedua. Masih ada hari ketiga dan keempat. Karena memang kata
orang-orang terdekat saya menyembelih hewan kurban itu batas akhirnya
pada hari keempat Idul Adha.
Hari
ketiga saya menunggu lagi sejak pagi. Tak ada tanda-tanda nomor saya
menerima pesan dari petugas yang sudah menjanjikan. Lalu saya mencoba
menghubungi nomor yang tertera di banner besar Al Mumtaz yang
terpajang di pinggir jalan. Masih tak ada jawaban. Saya masih saja
berprasangka baik dan menganggap bahwa mereka akan menghubungi saya
besoknya. Pada hari keempat.
Mengapa
saya masih berprasangka baik? Karena saya menganggap lembaga tersebut
adalah lembaga yang bisa dipercaya, lembaga yang amanah, lembaga yang
profesional. Sesuai dengan tagline mereka yang ada dikuitansi. Lalu
semuanya berubah hari ini. Saat saya akhirnya menghubungi nomor yang
lain yang bisa tersambung dan diangkat. Berbeda dengan nomor
sebelumnya yang selama dua hari tak ada jawaban sama sekali.
Katakanlah memang sempat ada gangguan jaringan. Sampai
berhari-harikah?
Saya
yang tadinya percaya penuh mulai ragu dengna kredibilitas yang mereka
tawarkan sebelumnya. Apakah mereka benar-benar bisa memegang amanah?
Apakah karena saya dianggap bukan siapa-siapa lantas dianggap bisa
dilupakan begitu saja? Lalu sebuah maaf sudah cukup untuk menghapus
semua yang sudah terjadi?
Meminta
dan memberi maaf adalah dua perkara yang sangat mudah. Tapi pada
akhirnya, maaf tak akan serta-merta menghapus kesalahan yang sudah
dilakukan. Apalagi sejak awal bukan saya yang meminta mereka untuk
menghubungi saya supaya saya bisa datang langsung ke tempat
penyembelihan hewan kurban tersebut dan melihat pembagiannya. Saya
percaya penuh kok mereka akan benar-benar menyembelihnya dan
membagikannya pada orang yang membutuhkan. Saya percaya mereka tidak
akan mengorupsi uang yang dibayarkan oleh orang untuk membeli hewan
kurban pada mereka.
Ternyata
tulisan ini harus berlanjut ke bagian berikutnya. Terlalu panjang
untuk diselesaikan di sini.