Jadi
cerita ini berawal dari saya yang memang berniat untuk menyisihkan
sedikit uang saya untuk berkurban. Karena memang saya di Pontianak
hidup sendirian saya pikir menggunakan lembaga yang mau membantu
pengurusan hewan kurban mulai dari pemilihan hewan yang sesuai dengan
syariat Islam, pemotongan, dan pembagian, akan menjadi pilihan yang
jauh lebih praktis. Cukup bayar dan kita terima bersih hewannya dan
sudah langsung diurus tempat pemilihan pemotongan dan pembagiannya ke
tiap orang yang seharusnya mendapatkan hewan kurban.
Tak
ada pengalaman sama sekali sebelumnya. Jadi saya bertanya pada
teman-teman yang sudah biasa berkurban. Mereka rata-rata menyarankan
lembaga Al Mumtaz karena memang sudah banyak yang mempercayakan hewan
kurban mereka untuk diurus oleh lembaga tersebut. Apalagi kita tidak
akan diribetkan dengan masalah memilih hewan kurban yang layak. Kita
juga tak akan tertipu oleh penjual hewan kurban dadakan yang nakal.
Semuanya bisa langsung kita bayar dengan sejumlah uang yang sudah
ditentukan oleh lembaga Al Mumtaz.
Terdengar
manis bukan? Apalagi untuk orang yang malas melalui proses untuk
mengurbankan hewan pilihannya. Tak semua orang bisa memilih hewan
kurban yang sesuai dengan persyaratan yang sudah ditentukan. Jadinya
saya juga berpikir, ini jauh lebih praktis. Tinggal bayar, terima
kuitansi. Selesai.
Masalah
muncul karena penawaran dari petugasnya sendiri. Saya yang awalnya
hanya berpikir bahwa selesai terima kuitansi saya bisa mempercayakan
semuanya pada lembaga tersebut jadi tergiur dengan tawarannya.
Petugasnya
menanyakan beberapa pertanyaan.
- Hewan kurbannya mau disumbangkan ke mana?
- Mau bagian berapa banyak?
Tadinya
saya kira mereka sudah punya tempat-tempat yang memang akan
disumbangkan dan saya tidak perlu berpikir di mana nantinya hewan
tersebut dikurbankan dan diberikan. Buat saya yang paling penting
saya sudah menyisihkan sedikit uang saya untuk membeli hewan kurban
sebagai wujud rasa syukur saya pada semua rezeki yang Allah berikan.
Bahwa saya ternyata tidak perlu menjadi kaya-raya untuk menjadi orang
yang mau berbagi hewan kurban. Berkurban itu menyenangkan. Melegakan.
Sebenarnya.
Saya
bingung waktu ditanya demikian. Saya hanya menjawab di panti asuhan
mana pun boleh-boleh saja. Selama memang mereka membutuhkan. Bagi
saya anak yatim memang orang yang cukup pantas untuk mendapatkan
limpahan rezeki di hari raya kurban ini. Masalah bagian sebenarnya
saya juga awalnya tidak mau. Karena saya di rumah tak pernah masak.
Untuk apa saya menerima bagian saya. Bukankah lebih baik apabila
bagian tersebut saya berikan pada yang membutuhkan? Karena ditawarkan
untuk mengambil bagian dan saya pikir bisa diberikan pada (calon) ibu
mertua dan (calon) kakak ipar, saya mengajukan bagian dua kantong
saja. Petugas mengatakan bahwa saya berhak atas 5 kantong daging.
Rasanya
terlalu banyak bagi saya. Jadi saya memutuskan mengambil dua saja.
Petugas
juga mengatakan akan menghubungi saya saat hewan kurbannya disembelih
sehingga saya bisa melihat langsung bagaimana sapi tersebut
dikurbankan. Bagian daging milik saya juga nantinya harus diambil
sendiri pada saat pembagian daging kurban tersebut. Sampai di bagian
ini masalah belum muncul karena memang saya langsung pulang setelah
menerima kuitansi yang bahkan tak diberi tanggal oleh petugasnya.
Niatnya kurban saja sih, jadi saya pikir tak masalah kuitansinya
demikian.
Lalu
saat tulisan ini diterbitkan, pihak Al Mumtaz sudah meminta maaf atas
tidak menjaga kepercayaan saya. Saya memang memaafkan. Tapi saya
tetap harus menyelesaikan tulisan ini hingga akhir. Bersambung ke
bagian berikutnya.