Selama
film berlangsung dia tak menjaga jarak denganku. Dia sesekali
berbisik di telingaku jika ada yang ingin dia katakan dan kami memang
menyukai film R.I.P.D ini. Sesekali dia menanyakan apakah bau
keringatnya menggangguku. Padahal sebenarnya aku lebih khawatir bau
keringatku yang mengganggunya. Belum lagi aku belum ganti baju sejak
pagi tadi.
Kami
tertawa bersama. Sesekali tegang saat menonton film tersebut. Aku
senang bisa menonton film bersamanya. Entah dia sendiri. Aku bingung
melihat ekspresinya. Setiap hari dia selalu terlihat selalu tertawa
dan senang. Seakan-akan tak pernah ada masalah dalam kehidupannya
yang tentu saja sangat mustahil.
“Lapar...”
Wajahnya
yang manja membuatku melayang. Baru kali ini aku melihat ekspresi
lain lagi darinya. Untung saja dia tak bergelayut di lenganku. Kalau
tidak dia akan mendengar debaran jantungku yang tentu saja akan dia
sadari betapa hebatnya. Aku terus saja merasakan jantungku berdetak
tak karuan.
“Mau
makan di mana?”
“Dekat-dekat
sini saja, pengen bakso Satelite. Di dekat Mitra Mart simpang empat
Jalan M. Sohor atau yang lebih dikenali orang sebagai Jalan Sumatera
memang ada sebuah rumah makan yang menjual mie tiaw. Aku tak tahu di
sana ada bakso. Sebelumnya memang sama sekali belum pernah masuk
warung makan tersebut. Aku mengiyakan.
Sebelum
berangkat ke warung kami singgah ke Radio Volare, kebetulan dia
memang tinggal di sana. Aku menyimpan motorku dan memboncengnya
dengan sepeda motornya. Beberapa menit kami sudah tiba di warung yang
dia inginkan. Dia menanggalkan helm dan masuk lebih dulu dariku. Aku
mengikuti langkahnya di belakang. Membiarkan dia yang memilih kursi
untuk kami. Aku ikut duduk di depannya.
Seorang
pelayan menyapa kami dan dia memesan bakso sesuai yang dia inginkan.
Aku sendiri butuh nasi. Memang sedang lapar berat. Saat pesanan kami
datang, obrolan kami yang tadinya seru membicarakan film yang baru
kami tonton mau tak mau terhenti. Detik berikutnya dia mulai
menyuapkan bakso yang kuahnya masih beruap itu ke dalam mulutnya.
“Mau
coba?”
Dia,
perempuan beralis rapi itu mengulurkan sendoknya yang berisi kuah dan
bakso. Aku agak segan membuka mulutku. Tetapi dia dengan santai
menyuapiku. Aku semakin berdebar.