Saya tidak
membicarakan soal pernikahan. Meskipun sebenarnya sedang merencanakan
pernikahan dengan seseorang. Entah benar-benar akan terwujud atau sama seperti
kisah rencana pernikahan sebelumnya yang berakhir di ujung jalan. Tapi perencanaan
kali ini lebih singkat dan padat. Sedikit merisaukan tapi tetap menyenangkan.
Eh jadi
lupa ingin ngomongin soal pernikahan. Memang untuk menikah butuh pemikiran yang
panjang dan matang. Tapi bukan berarti pemikiran tersebut butuh waktu yang
lama. Bukan berarti harus bertele-tele. Lebih baik menjawab ‘iya’ atau ‘tidak’
dengan gamblang dibandingkan hanya menggantungkan sebuah lamaran atau keinginan
seseorang.
Seseorang mengajari
saya tentang pernikahan. Dia bilang untuk menikah dengna seseorang kita tak
bisa berharap mendapatkan seseorang yang sesuai dengan keinginan kita. Katakanlah
kita punya 10 sifat yang kita inginkan dalam diri seorang calon suami ternyata
kita menemukan seseorang yang ingin menikahi kita hanya punya 2-3 sifat yang
kita masukkan dalam kategori wajib ada. Bukan berarti kita harus menolak
laki-laki tersebut. Karena tak ada laki-laki yang benar-benar sesuai dengan kriteria
kita.
Kalau kita
ingin mendapatkan laki-laki yang sesuai dengan keinginan kita ambil kesempatan
bersama laki-laki yang hanya punya 2-3 sifat yang kita kriteriakan kemudian 7-8
sifat itu akan kita bentuk dari proses penerimaan dalam pernikahan. Bukankah memang
demikian adanya cinta? Proses menerima kekurangan dan kelebihan orang lain. Menerima
apa yang ada dan merelakan apa yang tidak ada di sana. Kalau memang kita ingin
dia menjadi seseorang sesuai dengan kita inginkan ajarilah dia. Tapi bukan
berarti dia tak layak untuk dipertahankan saat dia tidak menjadi seperti yang
dia inginkan.
Menikah itu
menerima. Kalau kamu tak bisa menerimanya jangan menikah dengannya.