Siapa
yang suka makan bawang merah yang dibakar? Dulu waktu masih kecil
saya diperkenalkan pada panganan yang satu ini. Seingat saya di rumah
saudaranya kakek saya, ada acara kenduri besar. Semua orang sibuk
memasak. Saya biasanya menemani nenek yang juga sibuk membantu orang
memotong sayuran atau bawang.
Nah
waktu itu saya yang kelihatan ingin ngemil bingung mau makan apa.
Sebab masakan belum ada yang matang. Tak mungkin saya merengek-rengek
pada nenek. Tapi saya tetap saja ingin makan sesuatu dan saudara
kakek saya yang punya hajatan langsung melempar beberapa butir bawang
merah ke dalam bara yang menyala di atas tungku. Dia meminta saya
menunggu bawang merah itu matang. Kadang selain mendapat bawang merah
bakar, saya juga diizinkan melempar hati ayam atau ampela yang sudah
dibersihkan dan diberi garam.
Kami,
saya dan anak-anak lainnya yang juga dibawa ke kenduri tersebut akan
menggunakan tempurung kepala yang banyak sekali di bawah meja yang
dijadikan tungku, untuk menempatkan hati bakar, ampela bakar, dan
tentu saja bawang merah bakar. Lalu menikmatinya bersama-sama.
Ternyata
masa kecil saya banyak sekali menyimpan kesenangan yang tak begitu
saya ulang di dalam ingatan. Kali ini saya mengenangnya kembali dalam
tulisan sehingga saya tak melupakannya dan bisa membagi cerita ini
dengan anak cucu saya nantinya.
Bawang
merah yang dibakar itu hangat dan manis rasanya di dalam mulut saya
yang kecil. Kami sibuk meniup-niup bawang yang masih mengepulkan
asap. Mengupas kulit yang masih tersisa. Ada bagian yang lembut dan
ada juga yang sudah renyah sekali.
Sudah
belasan tahun berlalu sejak terakhir kali saya menikmati bawang merah
yang dibakar di tungku. Sekarang saat mengenangnya kembali saya baru
sadar betapa saya merindukan masa-masa itu. Walaupun hidup tanpa
listrik, tanpa ponsel, dan rambut yang sangat tipis di kepala. Saya
bisa tertawa terbahak-bahak setiap harinya bersama keluarga besar
saya.
Bawang
merah bakar itu juga saya rindukan.