Waktu
kecil saya pikir jika sudah khatam membaca Al-Quran 30 juz berarti
selesai pula pelajaran mengaji yang diwajibkan pada saya waktu masih
sekolah dasar dulu. Tak pernah kepikiran bahwa membaca Al-Quran itu
beda dengan membaca buku atau novel. Saat tamat tak perlu dibaca
lagi.
Pemikiran
saya yang masih kecil memang sesederhana itu. Sebab saya ingin punya
lebih banyak waktu untuk bermain sore-sore. Bukan hanya dihabiskan
dengan belajar mengaji setiap hari. Padahal membaca Al-Quran
seharusnya dilakukan terus-menerus setiap hari. Setidaknya sehabis
salat, 5 kali sehari.
Setelah
dewasa saya akhirnya memahami itu. Namun terkadang saya hanya membaca
satu dua halaman sehabis salat. Tak pernah kepikiran untuk membaca
satu juz setiap hari sehingga bisa selesai semua bacaan dalam
sebulan. Jadi setahun bisa khatam 12 kali. Terdengar muluk sekali.
Tapi jauh di dalam lubuk hati saya sebenarnya ingin menghapal
Al-Quran. Tetapi rasa malas yang melanda menyebabkan Al-Quran jarang
sekali disentuh lama.
Ramadhan
kali ini, saya pikir adalah titik balik yang harus saya pikirkan
untuk menjadi seseorang yang jauh lebih baik. Tak pernah terbayangkan
bahwa saya benar-benar beruntung bisa bertemu dengan bulan penuh
berkah ini untuk ke sekian kalinya. Kalau dulu hanya senang menyambut
ramadhan karena itu berarti akan ada pakaian baru di lemari, akan ada
banyak kue lapis di meja, akan ada keluarga besar yang kumpul
bersama.
Lebaran
kali ini, akan menjadi lebaran yang kedua kalinya saya tak akan
merasakan itu semua. Saya tak akan berkumpul bersama keluarga. Tak
akan melihat berapa banyak kue lapis yang disediakan nenek. Tak akan
mendapat baju baru dari orang tua. Iya, saya sudah dewasa dan sudah
jauh dari mereka semua.
Kehidupan
ini adalah pilihan saya. Menjadi mandiri dan tak menyusahkan mereka
adalah anugerah yang selama ini saya inginkan. Selain itu saya ingin
menjadi tulang punggung untuk mereka saat mereka renta nanti.
Sekarang, ini yang sedang saya jalani untuk diusahakan sekuat tenaga.
Tapi
ramadhan tetap bulan yang penuh keindahan, walaupun semua hal yang
dulunya saya miliki sekarang lebih banyak berupa kenangan, dan pada
bulan ini saya rasa adalah waktu yang tepat untuk menghilangkan semua
rasa malas dan berusaha lebih keras lagi. Karena sejak titik pertama
saya lahir ke dunia, Allah sudah menyediakan banyak sekali kelimpahan
untuk saya.
Saatnya
bagi saya untuk menunjukkan bakti pada-Nya. Impian saya dulu, yang
ingin menjadi seorang penghapal Al-Quran, sudah saatnya untuk
dijajaki pelan-pelan. Kita tak pernah tahu kapan kita akan
dipanggil-Nya. Kita hanya bisa melakukan ibadah sebanyak-banyaknya
sebagai bekal untuk alam berikutnya. Kehidupan yang lebih abadi.
Resolusi
saya terdengar muluk, tapi bukankah resolusi harus setinggi-tingginya
sehingga pencapaian kita yang setengahnya pun tetap lebih baik? Saya
ingin menghapal Al-Quran. Itu resolusi saya. Saya ingin latihan
setiap hari dan mencari cara agar bisa menghapal dengan cepat.
Membacanya dengan baik sesuai dengan hukumnya. Lebih jauh lagi
memahami isinya. Menghapal terjemahannya.
Saya
ingin saya bisa seperti kakek saya yang bisa menghapal sedemikian
banyak ayat di dalam kepalanya. Ingin saya persembahkan hapalan ini
untuk kakek, nenek, abah, dan umak saya. Apalah artinya kebanggaan di
dunia jika saya bisa membuat alam kubur mereka lebih terang dan lebih
luas?
Ini
resolusi saya. Apa resolusimu?
Tulisan
ini diikutkan pada Giveaway Lomba Resolusi Ramadhan 1434 H.